Senin, 06 November 2017

Pahlawan

Posted by cuap-cuap ratih on 05.12 with No comments
Belakangan ini, saya membaca buku tentang Diponegoro. Penulisnya sendiri mengakui bahwa sumber cerita mengenai pahlawan nasional ini tidaklah banyak namun ada satu buku berjudul " The power prophecy of Prince Diponegoro" ditulis oleh Dr.Peter Carey, meskipun belum ada terjemahannya dan masih dalam bahasa Inggris. Buku ini dijadikan acuan dalam bahasa Indonesia.

Saya pun membayangkan perjalanan hidup pangeran. Bagian yang saya suka adalah masa remajanya beliau. Dalam kesehariannya pada pagi hari, ia belajar agama dan pengetahuan, dilanjutkan pada  pada sore menjelang malam berlatih kanuragan.

Dalam usia muda, mengisi hari dengan belajar merupakan suatu anugrah pada waktu itu. Pangeran belajar di beberapa pesantren dan juga mendatangkan seorang guru pribadi untuk mengajarnya .

Buku ini mengingatkan saya, sehingga memiliki keinginan agar anak-anak saya kelak selain dapat belajar disekolah, juga dapat belajar ilmu Kanuragan. Bukan untuk menjadi pahlawan tapi untuk melatih fisik dan mampu menjaga diri. Karena didalam badan yang sehat terdapat jiwa yang kuat.

Rasulullah pun mencontohkan dengan sabdanya untuk mengajarkan kepada anak-anak dapat berenang, memanah dan berkuda, bukankah ini juga melatih fisik selain mempelajari agama.

Karena jaman sekarang bukan lagi perang melawan penjajah tapi berjuang menghadapi perubahan jaman yang semakin tidak tampak raut wajah tapi menyusup dalam setiap lini kehidupan.


Minggu, 05 November 2017

Posted by cuap-cuap ratih on 20.04 with No comments
Membentuk Karakter Cara Islam oleh M. Anis Matta

Seorang pemikir Islam sekaligus juru bicara gerakan Ikhwanul muslimin di dunia barat bernama Asy-syaikh Kamal Halbawy pernah mengutarakan hasil pengamatannya terhadap kondisi umat Islam menjelang abad 21. Yang digarisbawahi olehnya ialah Dhoyya al-Hawiyyah al-Humayyizah (hilangnya kepribadian istimewa) di kalangan kaum muslim. Memelihara keseimbangan antara akhlak individu dengan akhlak sosial.

Terjadinya krisis moral dan kepribadian dengan ditandai dengan popularitas sosial terbagi menjadi kelompok kuat yg tirani dan kelompok lemah yang menjadi objek tirani. Nilai-nilai kelompok kuat menyebarkan kejahatan. Ditandai juga dengan keterasingan dalam individu, asing dalam masyarakatnya. Hidup di tengah mereka namun tidak merasakan kebersamaan. Hidup hanyalah untuk dirinya sendiri.

Teori keseimbangan Umar bin Khattab menyatakan keseimbangan sosial akan tercipta jika keshalihan bertemu dengan kekuatan dan kejahatan bertemu dengan kelemahan. Umar bin Khattab senantiasa berdo'a, "Ya Allah, kami berlindung kepadaMu dari ketidakberdayaan orang-orang bertaqwa dan keperkasaan orang-orang jahat."


Rabu, 11 Oktober 2017

Resensi Buku Fiksi Thriller

Posted by cuap-cuap ratih on 00.07 with No comments

Resensi Buku Fiksi Thriller
Judul                    : Girls ini the dark
Penulis                 : Akiyoshi Rikako
Penerbit                : Original Japanese Edition by Futabasha Publishers
Penerjemah          : Andry Setiawan
Penerbit                : Penerbit Hero
Jumlah hal            : 277 hal

Kenapa “Girls”? itu karena tokohnya lebih dari satu. Why “in the dark?” hal ini tergambarkan adanya pertemuan klub sastra yang sangat penting yaitu yami-Nobe dan pertemuaan pembacaan Naskah. Lebih menarik, naskah yang akan dibacakan adalah perasaan dan perhatian yang meluap-luap terhadap salah satu temannya bernama shirashi itsumi. Bertambah mencekam karena naskah itu seakan-akan dapat menunjukan siapa pembunuh diantara keenam putri anggota club sastra.


                Terjemahannya sedikit kaku sehingga saat membacanya tidak dapat merasakan mistery yang melingkupinya. Namun jalan cerita yang menarik membuat buku ini patut untuk dibaca. Bagaimana persekongkolan itsumi dan sumikawa sayuri begitu rapi dan terencana dengan baik membuat semua kejadian tidak terjadi seperti dibuat-buat dan mengalir secara alami. Memberi kesan yang berbeda-beda dengan anggotanya.yang ujungnya adalah pembalan dendam semata.  

Selasa, 10 Oktober 2017

Resensi Buku Kesehatan

Posted by cuap-cuap ratih on 22.31 with No comments


Judul buku          : Mitos dan Fakta Kesehatan
Penulis                : Erikar Lebang
Penerbit              : PT. Kompas Media Nusantara
Tahun                  : 2012
Jumlah Hal.         : 196

Buku ini membahas kesehatan dari sisi yang lain, tidak didasarkan pada ilmu pengobatan penyakit tapi pada hal-hal praktis yang bisa dilakukan sehari-hari. Seperti pepatah mengatakan “lebih baik mencegah daripada mengobati” maka sebelum jatuh sakit akibat salah satunya seperti perubahan pola hidup, lebih baik mencurahkan kemampuan untuk menjaga sendiri kesehatannya.

Ilmu Naturopathy telah dipraktikkan sejak lebih dari dua ribu tahun silam pada era Hippocrates. Naturopati adalah gabungan dari ilmu, seni, pengetahuan, filosofi serta praktis diagnosis, perawatan dan pencegahan terhadap penyakit. Pengobatan yang diberikan pun harus bersifat alami dan dapat diterima oleh tubuh.

“Konsisten menjaga apa yang masuk ke mulut dan perut adalah penentu apakah hidup kita akan sehat berkualitas atau tidak.” Kalimat ini yang akan terbaca saat membuka halaman pertamanya. Buku Erikar ini mulai membahas dari sistem cerna manusia, bagaimana proses makanan diolah dan diproses dari mulai gerbang sampai fase terakhir.

 Salah satu contoh saat makanan berada didalam mulut sebagai gerbang pertama dalam sistem cerna kita. Ada gigi sebagai pelumat dan air liur sebagai pelumas termasuk ada enzim yang melimpah. Disinilah makanan harus dilumat dengan cermat karena dalam sistem cerna lanjutan tidak dijumpai lagi alat pelumat seperti gigi dan makanan yang tidak terlumat sempurna akan membebani sistem cerna.

Dalam buku ini tidak ada gambar yang berlebihan, hanya ada gambar-gambar kartun lucu yang mewakili tema di setiap bagiannya. Size tulisannya pun dibuat sedikit lebih besar sehngga tidak membuat mata terpicing dan pada kalimat-kalimat penekanan di tulis dengan warna lain selain hitam seperti pink, biru, orange, ungu sungguh menarik.

Buku ini merupakan rangkuman tulisan-tulisan penulis di dalam twitter dengan maksud beri berbagai inspirasi yang patut direnungkan agar manusia dapat menikmati hidup sehat.

Senin, 18 September 2017

Penilaian Orang Lain

Posted by cuap-cuap ratih on 08.38 with 8 comments
Keliatannya lucu yaa.. kita memanggil anak kita dengan menyebut endut, cipit, mungil, unyil, tapi tidak disadari itu akan menjadi penilaian yang meyakitkan.

Jadi inget kalau dulu saya sering dipanggil anak bawang sampai sekarang kalau ketemu temen-temen masa kecil masih juga disebut itu.

Dulu memang bentuk fisik saya kecil mungil imut gitu dan saat itu saya juga tidak dapat mengelak dari panggilan teman-teman, tapi masa sampai seusia buibu begini masih dipanggil anak bawang, udah jelas saya protes.

Bukan hanya karena ternyata saya tumbuh lebih besar dari mereka tapi saya juga bisa tumbuh lebih tinggi sedikit. Proses perkembangan setiap orang berbeda dan inilah yang saya katakan kepada my baby girl.

Dia merasa tidak tumbuh normal seperti teman-temannya yang lain. Memang fisiknya gambaran seperti waktu saya kecil. Nurun plek-plek kata orang.

Badannya boleh terbilang kurus tapi bertenaga, senangnya belajar kayang dan hand stand, karena ikut bela diri taekwondo juga membuat wilayah perutnya sixpack padahal perempuan loh,  beda dikit juga sama uminya yang onepack hehe. dan tidak setinggi seperti teman lainnya. Sering masih dikira anak usia kelas 2 atau 3 padahal sudah kelas 5 SD.

Nah itulah yg membuatnya bahkan melakukan gerakan yang dapat membuat badan lebih tinggi, itu sih katanya, karena materi ini dia rangkum dari pencahariannya di mbah google.

Lompat tali, badminton, berenang banyak lagi deh dan selama masih olahraga yang normal, saya tidak melarangnya malah bagus untuk kesehatan.

"Kok adek ga tinggi-tinggi sih mi?"
"Emang kenapa?" Tanya saya heran.
"Kemaren kayaknya yasmin sama tingginya sama adek, sekarang dia dah lebih tinggi sedikit"
"Mmm.. ya tiap orang perkembangannya kan ga sama dek"
"Menurut mi, adek harusnya bisa lebih banyak untuk bersyukur, kenapa? Karena pertama, badan adek ga ada yang cacat, yakan?"

"Kedua, pertumbuhan adek sekarang mungkin masih berfokus pada perkembangan otak adek buktinya adek dapet rangking terus dari tk alhamdulillah, yakan?"

"Ketiga perkembangan badan adek tuh masih terus berlanjut sampai usia 17 tahun, nah adek aja baru 10 tahun. Ga perlu khawatir adek masih akan terus tumbuh kok, inshaallah. Untuk tumbuh dengan optimal, perhatikan makanan, minuman dan terutama adek bisa merasakan happy dengan hidup adek, karena orang yang bisa happy tidak saja akan membuat hidupnya lebih indah tapi bisa juga membuat hidup orang lain disekitar adek juga indah. Mi contohnya, bangga dan bersyukur sudah diberikan abang dan adek jadi anak umi"

"Kanapa harus membandingkan dengan orang lain? mi aja ga membandingkan anak mi sama anak ibu yang lain ya kan?"
"Mi menerima adek apa adanya, yang terpenting bagaimana usaha adek menjadi lebih baik dari adek yang sebelumnya"

Penjelasan panjang berakhir dengan umi mendapatkan kecupan mesra dipipi dari adek. Yeeyy.. Mudah-mudahan adek faham apa yang ingin mi sampaikan.

"Do not worry about other people's judgment of you. Live your life the way you want. Be thankful."


Rabu, 13 September 2017

Cara Mengatasi Malas Menulis ala ratihhoney atau ratihmadu.

Posted by cuap-cuap ratih on 23.54 with 15 comments
Hedeh baru hari ketiga dah keok nih, padahal janjinya setiap hari satu posting. Janji palsu ya? Hiks..
Untuk itu hari ini mau nulis, sembarangan aja.. gak apa kan? Daripada sampah yang dibuang sembarangan nanti lingkungan jadi kotor dan gak bersih, eh dilalerin lagi. Jujur nih terakhir menulis itu bulan lalu, sudah lama banget rasanya untuk seseorang yang katanya ingin selalu bisa one day one post, iya itu saya, si ratihhoney, bahasa Indonesianya ratih madu tapi maksudnya mah ratih sayang eciee..

Menulis sih tapi lebih sering menulis status di facebook tapi itu tidaklah sama dengan saya menulis diblog yakan? Atau sama saja? Ya sudahlah!

Nah, nomor satunya tadi sudah saya sebutkan. Pertama, pemanasan dengan menulis bebas yang penting adalah mulai menulis. Dalam pikiran saya, kalau menulis itu harus sesuatu yang keren. Masalahnya keren buat saya belum tentu keren buat kamu yakan? Nah daripada menulis sesuatu yang harus keren versi kita, tulislah sesuatu yang menyenangkan terutama kita yang senang menulisnya. Menulis itu sesuatu yang dapat membuat kita happy. Saya yakin, tulisan kamu bakalan lancar jaya. Mau curhat atau beropini sok atuh, berdongeng, menceritakan suatu peristiwa atau apapun itu hal kecil yang terjadi menjadi pengalaman pada hari ini. Bebaaass.

Kedua, Banyak banget ide dalam kepala, malah karena kebanyakan dan mau dituangkan semua terus dipikirin aja akhirnya tidak ada satupun tulisan yang benar-benar ditulis. Notes di HP sih banyak dengan premis-premis tulisan. Sedih pake amat belum ada yang digarap dengan serius. Balik lagi keawal, kurang keren nih tulisannya kata pikiran saya. Bukannya baru tahu , apa yang kita lakukan semua berawal dari pikiran. Makanya dalam hadits arbain yang paling awal adalah semua tergantung pada niatnya. Jadi semua yang kita kerjakan diperiksa niatnya. Sudah benar apa belum sesuai dengan hidup kita. Jadi saya juga menanamkan dalam diri, menulis adalah sesuatu yang membuat saya senang dan dapat bermanfaat bagi orang lain artinya tulisan saya kalau bisa mengajak orang menjadi lebih baik bukan mengajarkan kemungkaran. Inget banget waktu diawal masuk ke komunitas ODOP, bang syaiha bilang,”menulis ya menulis saja, dengan sendirinya dia yang akan menemukan pembacanya.” Tenang.. iklan aja saya mau baca apalagi tulisan kamu. Iya kamu… yang sudah keren dari lahir.

Ketiga, ya udah PEDE aja lagi. Menulis di blog ya blognya punya sendiri, yang menulis ya saya sendiri, kalau kamu mau baca ya alhamdulillah kalau enggak membacanya juga saya bisa apa, saya siapa, bukan apa-apa dan siapa-siapa #versi drama. So, tidak usah khawatirkan kata orang. Tulisan saya dibilang tidak berkembang ya udah gak apa, saya terima kritik dan saran, bisa juga sih saya terima jahitan tapi saya biasanya lama gak bisa diburu-buru harus cepet jadi #eh kok promosi. Kalau berkembang berarti bukan tulisan dong tapi bunga.

Oia satu lagi, berarti keempat ya.. tanamkan mantra-mantra dalam alam pikiran bawah sadar mengapa kita harus menulis, gitu juga kata penulis-penulis ternama seperti mba Asma Nadia. “Tentukan WHY kamu harus menulis” jadi kamu akan punya motivasi yang membuat kamu terus menulis. Nah ini yang selalu terngiang tapi kalau udah ada kerjaan lain yang jadi prioritas eh yang ini lupa. Parah!

Cukup sekian tulisan ngaco saya hari ini, semoga suka dan membawa manfaat. Maksudnya ambil yang bermanfaatnya aja dari tulisan ini, kalau gak ada yang bermanfaat salahkan yang menulis tulisan ini karena emang gak punya apa-apanya yang bisa diambil, laptop aja pinjem, ide mungutin di jalan, nulisnya pake sebelas jari. Dah gitu aja. Yang jelas didoain biar hidup kamu happy terus, sehat terus dan selalu dikuatkan dalam ujian dari yang maha kuasa. Aamiin…


sumber gambar: Google

Senin, 11 September 2017

Rahasia Kata Tapi

Posted by cuap-cuap ratih on 22.37 with 3 comments
“ih kamu baik banget sih tapi sayang…..”
“Kamu udah bener tapi masih kurang”
“Sikap kamu itu jadi dambaan setiap wanita tapi aku sukanya sama yang lain”
beuuh pasti sakit yaa.. karena yang nyangkut dalam alam pikiran kita adalah kalimat sesudah kata “tapi” ya tidak? Mau kita baik, mau kita itu benar atau jadi dambaan setiap wanita eh, seakan hilang secepat pisang yang baru digoreng masuk dalam perut, makyees gitu.

KBBI juga mendefinisikan kata tapi sebagai kata penghubung intrakalimat untuk menyatakan hal yang bertentangan atau tidak selaras. Dan sedihnya orang lebih berfokus kepada hal yang negatif dari pada yang positifnya. Kok jadi satir nih, tapi benarkan?

Sebagai ibu, saya juga merasa sering banyak menggunakan kata “Tapi” ini.
“mak, aye dah buang sampah ye” gitu kata my boy. Emaknya jawab,”iye, tapi besok-besok buang sendiri dong ga perlu emak nyuruh-nyuruh dulu”
kalau begini kalimat negatif atau kalimat positif? Survei akan membuktikan dengan lihat tuh my boy kalau buang sampah secara kesadaran atau bakal disuruh lagi. Tunggu ya, nanti saya kasih tahu jawabannya.

Beda tidak dengan jawaban yang begini: “Alhamdulillah anak emak super baik dan rajin, terima kasih ya sudah mau buang sampah.” Tanpa kata “tapi” bagaimana hasilnya ya?

Sabtu kemarin, saya benar-benar meluangkan waktu untuk diri saya sendiri yang dari hari senin sampai jumat udah rempong aja bawaannya urusan rumah. Dari melihat bang usyup dan membaca di mbah google saya menemukan satu kata eh dua sih, tapi mau cerita satu aja kata “tapi” ini.

ternyata yang menjadi fokus dalam pikiran kita adalah kalimat sesudahnya. Tapi sayang…, tapi masih kurang, tapi aku sukanya sama yang lain atau seperti jawaban emak diatas karena ada kata “tapi” dan semua berlawanan atau tidak selaras dengan kalimat sebelumnya. Kalimat sebelumnya bermakna positif maka kalimat setelah kata “tapi” menjadi kalimat negatif dan inilah yang masuk dalam alam pikiran kita. Seberapa bahaya kalau setiap saat yang didengar adalah kalimat bermakna negatif, bisa-bisa kita juga pikirannya jadi negatif terus.

Masih tugas saya sebagai ibu, dari itu saya harus lebih berhati-hati saat berbicara kalau tidak, salah-salah bisa kalimat negatif terus yang saya ucapkan.

Menjawab pertanyaan diatas mengenai kisah my boy, ternyata sampai sekarangpun kalau buang sampah masih harus diingatkan lebih dahulu. Kenyataan yang ada membuat saya menelan pil pahit karena kalau pil manis namanya permen berbentuk pil yah. Kalimat setelah kata “tapi” dalam percakapan kami ternyata bermakna negatif. 

Jadi PR buat saya nih menyusun kalimat yang bermakna positif. Kalau kalimatnya seperti “Biar kamu kalau buang sampah harus sering diingatkan tapi emak bangga deh sama kamu, kamu anak yang rajin”. Mudah-mudahan yang tertanam dalam alam pikirannya hanya kalimat yang bermakna positif.

Kata “Tapi” dapat membuat kalimat menjadi makna positif dan negatif, tergantung bagaimana mengolahnya. Ajaib ya!

Kamis, 10 Agustus 2017

Review Cerpen

Posted by cuap-cuap ratih on 00.28 with 1 comment
 “Keyakinan baru” menceritakan penantian panjang seorang wanita yang kini telah berakhir. Penantian selama 8 tahun dalam menunggu tanpa kepastian. Cerita disini tampak menggantung dan penuh misteri. Karakter laki-laki maupun wanitanya tidak terdeskripsi dengan jelas, lebih berfokus kepada tema penantian. Saya merasakan kesedihan si wanita saat mengutarakan perasaannya namun harus  memilih untuk terus dapat melanjutkan hidup.

Saya sedikit merasa ada keganjilan, pada bagian akhir dimana laki-laki bereaksi atas pernyataan wanitanya, tanpa ada sepatah kata dan sedikit ekspresi. Membuat saya bertanya penantian apa yang diharapkan terjadi dalam hubungan mereka, karena dari awal cerita laki-lakinya sudah bersikap acuh dan dingin. Begitu sedikit mengenai review cerpen ini.

Tugas kali ini lumayan berat buat saya. Pernah tahu anak balita belajar jalankan? Nah seperti itulah saya dalam menulis sebuah cerita fiksi, belum bisa dan masih tertatih, tapi sudah mau menilai  karya orang lain namun dengan demikian saya berharap dapat belajar lebih banyak lagi.

Saya menyebutkan sebuah fiksi itu bagus atau tidak adalah dengan merasakan apa yang penulis rasakan dan ingin sampai. Kalau berhasil berarti bagus ceritanya. Saya dapat membayangkan melalui deskripsi tempat, karakter, konflik yang ada atau ya.. itu tadi berdasarkan perasaan.

Menulis katanya Tere liye adalah, pertama tidak ada aturannya, kedua kalau masih bingung lihat aturan yang pertama. Bebaslah dalam berekspresi. Karya Estina juga memiliki keunikannya sendiri, khususnya “Keyakinan baru” ini bila dapat dideskripsikan lebih dalam mengenai hubungan keduanya, tentu pesan yang ingin disampaikan jadi lebih jelas.


Rabu, 02 Agustus 2017

Andre

Posted by cuap-cuap ratih on 00.00 with No comments
Nasha meneguk kembali air minumnya. Hari yang panas seperti telah mengambil sebagian cairan dalam tubuhnya yang kurus terbalut kulit. Dia meminum lebih dari tiga tegukan dan langsung mengkosongkan botol minum yang tinggal seperempat isi. Matanya kosong menatap serius padahal pikirannya sudah melayang entah kemana.
”Ini sudah hari ke enam puluh tiga ya?”tanyanya dalam hati. Dia meletakkan pulpen yang sejak tadi dipegangnya. Lalu Lalang orang yang ada diperpustakaan itu tidak mengganggu kebengongannya. Seakan tidak perduli apa yang terjadi di sekitar, Nasha hanya dipenuhi oleh pikirannya sendiri.
Dia buka lagi pesan yang dia temukan di dalam lokernya. Tertulis dengan huruf Kapital tebal
 “WAKTUMU HANYA 100 HARI TERHITUNG HARI INI” 
Hanya itu tidak ada nama yang di tuju dan tidak ada nama pengirimnya.
Mbok, kalau mau kirim pesan ya lewat WA kek, SMS kek, Messager kek. Ni orang dari jaman bahela kali ya?
Ooh GOD, ini apa? Dead noted?
Nagih hutang? Perasaan ga punya hutang.
Siapa sih? Serius?
Gini hari ada aja orang yang iseng ngelakuin hal macam ini. Gak mau di gubris nanti penting, digubris tau-tau ga penting. Otak Nasha sibuk berpikir.
Dari perpustakaan, ke kelas, balik lagi ke perpustakaan dan berakhir di kantin. Nasha hanya bisa menghela nafasnya. Semangkok baksopun habis menjadi pelampiasan rasa jengkelnya karena tidak ada satu ide pun yang nyangkut dalam gambaran otaknya siapa yang menulis pesan itu dan untuk apa?
“Tungguin aja kali ya sampai 100 hari kita liat aja apa yang akan terjadi,” Nasha sudah pasrah dan berencana untuk menanti hari ke seratus. Apa yang akan terjadi maka biarlah terjadi pikirnya.
“Papi, besok ketemu ya aku mau ngomong,” berbicara dengan seseorang di telpon. Kemudian dia mengangguk beberapa kali dan mengucapkan salam sebelum menutup terlponnya.
***
“Papi,” panggil Nasha kepada lelaki tua berbaju putih yang sedang menulis sesuatu di mejanya.
“Masuk sha,” lelaki tua itu beranjak dari kursi meninggalkan aktivitas menulisnya dan berjalan kearah Nasha. Mempersilakannya untuk duduk di sofa yang berada di sudut ruangan dekat jendela. Ruangan itu tidak besar, di seberang pintu langsung berhadapan dengan meja kursi kerja dan sofa disebelahnya sudah cukup penuh mengisi ruangan itu.
“Sehat sha?” tanya lelaki tua yang dipanggil papi oleh Nasha.
“Aku sehat pi,”
Diserahkan kertas pesan yang ditemukan dalam lokernya. Papi menerima lalu membacanya dan mengangguk tanda mengerti.
“Apa yang kamu pikirkan sha?”
Nasha mengangkat bahunya sesaat dan menurunkan sembari menghela nafas. Entah masalah apa yang akan terjadi pada dirinya. Itulah yang ada dalam pikirannya tapi tidak ia utarakan.
“hari ini sudah hari ke enampuluh empat, pi”
“Tidak perlu panik atau cemas dulu sha,” meski tidak diucapkan papi tahu apa yang dirasakan oleh Nasha, tangan nasha tidak lepas dari pada bagian belakang lehernya. Hal itu menunjukkan kecemasan yang cukup intens.
“Lebih baik kamu tenang dulu,” disuruh papi untuk tenang, Nasha malah merasakan kantuk. Nasha dan papi tidak mengucapkan sepatah kata pun untuk beberapa saat. Lantunan musik instrumentalia yang telah dipasang papi sebelum Nasha datang semakin membuat matanya berat untuk lama-lama dibuka. Kalau tidak ingat ini di kantor papi, pasti Nasha sudah rebahan sambil memeluk bantal. Entah mengapa disini Nasha merasa hati dan kepalanya bisa merasa tenang setelah beberapa hari tidak bisa tidur dengan benar.
“Papi!” tetiba Nasha bangun dari sofa.
Papi sedikit terkejut, karena tiba-tiba Nasha bergerak dan langsung berdiri, berjalan mondar-mandir di hadapannya.
“Duduk sini, sha,” dengan sabar papi mempersilahkan Nasha untuk duduk kembali di sofa.
Nasha hanya melihat kearah papi tanpa kata, tapi mengikuti intruksinya untuk duduk.
“Yang menulis ini siapa?” coba diserahkan kertas pesan itu kembali kepada Nasha.
Nasha hanya melirik kertas itu.
“Lho kenapa jadi tanya aku?” jawab Nasha.
“Emang papi ga boleh tanya ya?” canda papi sambil tersenyum.
Nasha membuang muka dan mendengus tidak perduli.
“Pesan ini buat siapa ya?” papi pura-pura bertanya kepada dirinya sendiri, meski maksudnya bukan itu. Kertas pesan itu dibolak-baliknya seakan-akan itu kertas yang sangat menarik, yang perlu diteliti dan diperhatikan dengan seksama.
“Bukan buat siapa-siapa!”
“Lagian papi ngapain sih ngurusin itu?”
“Jadi kamu yang menulis ya?” tanya papi penasaran.
“Bukan!”
“tapi kelihatannya kamu tau siapa yang menulis ini,”
Nasha diam saja
“Bisa kasih tau papi?” papi merogoh saku celana untuk mengambil sesuatu didalamnya. Ternyata sebuah lipstick merk vivele yang diimport dari negara tetangga sebelah dan pandanginya bolak-balik di depan Nasha.
Nasha melirik, sikapnya seperti tidak tertarik dengan apa yang ada ditangan papi tapi ada seberkas percik cahaya kesenangan dimatanya yang berwarna coklat muda. Semakin lama melihat lipstik itu semakin penasaran Nasha dibuatnya.
“Kasih tau dulu siapa yang menulis pesan di kertas dan lipstik ini buatmu,” tawar papi sambil mengacungkan lipstik yang masih terbungkus plastik transparan.
“Itu Andre yang menulisnya,” Nasha tidak dapat menahan diri untuk tidak merebut lipstik dari tangan papi
“Siapa Andre?” tanya papi
“Dia anak yang jarang berbicara, kerjanya hanya tidur!,”
“Lalu untuk apa dia menulis pesan ini,”
“Mana aku tau! tanya saja sama orangnya sendiri,” jawab Nasha acuh tak acuh tapi merasa senang mendapatkan lipstik kesukaannya.
“Kamu Lani ya?” selidik papi
“Iya,” tanpa sedikitpun menoleh kearah papi, mulai mencari cermin yang ada didalam tasnya.
“Papi bisa bicara dengan Andre?”
“Kan aku sudah bilang dia itu tukang tidur, ya lagi tidurlah dia sekarang!”
“Sebentar saja, bisa ya?” papi tidak akan menyerah begitu saja.
“Lebih baik jangan,” wajah Nasha terlihat serius memandang papi.
“Kenapa?” tanya papi penasaran
“tidak perlu membangunkannya. Dia pernah bilang ingin membunuh Nasha. Aku juga tidak suka Nasha tapi tidak perlu sampai segitunya juga,”
“Jadi apakah pesan itu memang untuk Nasha?” wajah papi tampak serius berkali-kali lipat.
“Mungkin,” sikapnya kembali acuh sambil memerahkan bibir tipisnya dengan lipstik baru pemberian papi eh.. hasil rebut dari papi.
“Tapi kalau Nasha mati, kamu juga akan mati Lani,”
Tampaknya Lani sedikit terkejut dengan apa yang diucapkan papi. Tidak pernah terlintas dalam pikirannya bahkan Andre akan berani berbuat seperti itu. Lani berpikir Andre hanya membual. Nasha melihat kearah papi mencari kebenaran dari ucapan yang di lontarkan itu.
“Berarti aku harus membunuhnya lebih dahulu sebelum dia membunuhku,”
Tetiba music berhenti dan tubuh Nasha terduduk lemah di sofa.
“Papi, sudahkah mengetahui siapa yang menulis pesan itu?” tanya Nasha
“Hem..” papi mengangguk pelan.
“Benarkah? Siapa pi?”
“Andre,” jawab papi singkat
“Andre? Siapa itu?”
“pemuda yang senangnya tidur dan ingin membunuhmu,” jawab papi dan menyerahkan kepada Nasha keputusan apa yang akan diambil dalam kasus pesan itu.
“Hahaha..” Nasha tertawa meski tanpa ada pelawak yang sedang membawa lawakannya. Nasha merasa lucu.
“Kenapa?” tanya papi
“Papi, dia itu tukang tidur, apa yang bisa dilakukan oleh orang malas dan tiada guna itu. Untuk melakukan sesuatu atas dirinya saja malas apalagi untuk orang lain. Membunuh? Itu hanya bualannya saja. Aku tidak percaya!” jawab Nasha percaya diri.

Papi sudah sejak dua tahun lalu menangani kasus ini, Nasha dan Lani dua karakter yang berbeda bahkan bertolak belakang. Nasha tidak banyak bergerak. Sikapnya selalu penuh misteri apa yang dilihat darinya bukanlah sikap yang sebenarnya. Dia tersenyum padahal menangis dalam hatinya. Tertutup dan tidak mudah bergaul dengan orang lain.
Lain lagi dengan Lani yang mengekspresikan apa yang sedang dirasakannya. Orangnya banyak bergerak. Agak acuh tapi mengawasi dengan baik. Dia mungkin tidak suka keramaian tapi minimal dia dapat bercakap-cakap dengan orang baru dikenalnya.
Hari ini baru Papi, psikiater yang menangani Nasha menemukan identitas lain dari dirinya yakni “Andre” pemuda tanggung yang senang tidur di setiap kesempatan dan ingin membunuh Nasha.
Benak Papi dipenuhi dengan berbagai pikiran. Apakah karakter Andre baru tercipta atau sudah lama ada. Apakah benar dia bisa membahayakan Nasha? Tidak ada yang mengetahuinya Bahkan Nasha sendiri. Adalah Nasha seorang gadis dengan DID.


#Dissociative Identity Disorder

Minggu, 16 Juli 2017

Manusia Buaya

Posted by cuap-cuap ratih on 22.10 with 1 comment



Dreet..dreet.. handphone bergetar saat menerima pesan Wa. tanpa sadar aku langsung membacanya.

“Pa kabar ra? Besok sore ada di rumah ga?”

Ini nomornya siapa? Siapa yang mengirim pesan? keningku berkerut dan otakku mencari petunjuk dari brankas ingatanku. Ga nemu! Ah bodo amat nanti kalau butuh ya Wa lagi.
Dreet.. dreet.. bergetar lagi.

“ini Dina, sorry ini nomor hp kak Ana. Paket gw abis”

Hampir saja hp di tangan terjatuh, setelah membaca dan tahu dari siapa pesan itu dikirim. “Manusia buaya,” gumamku.

Dua tahun lalu aku ditinggalkan olehnya begitu saja dengan hutang yang harus aku tanggung sendiri. Aku memang masih muda tapi beban hidupku tidaklah ringan. Aku tinggal Bersama bapak yang sakit-sakitan dan adik-adik yang masih memerlukan biaya untuk hidup dan sekolah. Kuliah? Iya itu sudah masuk kedalam dream list yang ingin aku wujudkan. Makanya aku berusaha mencari uang sendiri yang perlu ditabung untuk merealisasikan harapanku karena tidak mungkin mengharapkan bapak untuk membantuku.

Bapak mulai melemah saat ibu meninggal, mungkin karena sekarang “tulang rusuk”nya sudah tidak lengkap lagi dan aku memahaminya. Setelah lulus SMA yang aku lakukan adalah menyesal dan meratapi nasib. Tidak memiliki keahlian dan hanya punya sedikit kemampuan. Tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Mengapa pemerintah hanya mewajibkan sekolah 12 tahun saja yang gratis? Mengapa sekolahku selama 12 tahun tidak membawaku kekehidupan yang lebih baik? Apa aku yang salah?

“Alhamdulillah, gw sehat”
“Besok sore gw ga ada di rmh, kenapa?”

Kalau tidak aku jawab tentu dia akan terus bertanya dan itu mengganggu. Aku cukup menjawabnya singkat-singkat saja.

“Gw udah nyicilin sedikit demi sedikit alat belajar untuk terapi anak berkebutuhan khusus nih tapi tinggal sedikit lagi kurang lima juta”
“Sekalian gw mau ngomong tentang bagi hasil biar enak, bulan depan sudah mulai buka klinik kita”
“Lw kapan ada di rumah?”

Hah ni orang enteng banget ya ngomongnya, selama dua tahun dia kemana? Aku ke rumahnya ga pernah ada, ke kampusnya ga ada, nomor hpnya ga pernah aktif. Jangankan ngomongin usaha yang ingin kita bangun kasih kabar aja engga!

Pinjaman dana dari koperasi kenalan ibu harus aku bayar seorang diri. Pinjaman itulah yang awalnya untuk membeli alat-alat terapi anak berkebutuhan khusus dengan jaminan tanah 60 meter warisan dari ibu. Aku pikir usaha klinik yang akan dibangun ini bisa menjadi sumber tabungan. Dina yang kuliah di jurusan Pendidikan Luar Biasa menggambarkan begitu besar peluang untuk mengembangkan usaha ini dan aku percaya padanya.

Dinalah yang bertugas menyediakan alat-alat terapi itu karena memang itu area yang dikuasainya. selain merancang apa saja alat yang di perlukan dan dia mengetahui siapa yang dapat memproduksi alat-alat tersebut. Setiap kali aku ingin melihat perkembangan kesiapan alat-alat tersebut dina selalu bilang bahwa dia sudah mengecek dan menyebutkan berapa persen kemajuannya. Seperti biasa aku mempercayainya.

Aku dengan pikiran polosku tidak punya prasangka buruk terhadap Dina. Dia temanku, aku tahu dimana rumahnya, bagaimana kehidupannya, kegiatan harian apa yang dilakukannya. Tidakkah aku cukup mengenalnya?

“Gw sekarang kerja, sepertinya agak sulit buat ketemuan”

Padahal emang aku malas untuk temu dengannya, aku selalu jatuh dan mengiyakan mulut manisnya. Berulang kali berjanji, dan selalu diingkari. Pernah diberikan harapan bahwa alat-alat terapi hampir selesai dan siap dikirim tapi ternyata semua itu palsu belaka. alat-alat terapi yang kita pesan di kirimkan kepada orang lain. ga masuk di akal dan dikatanya harga alat-alatnya berubah, maka dari itu alat-alat itu diberikan kepada orang yang telah melunasi sesuai dengan harga yang lebih tinggi.

“Kerja dimana sekarang?” tanyanya

Sebelum chattingan ini berlanjut aku memutuskan untuk memblokir Wa, nomor telpon dan menghapus percakapan yang ada sebelumnya. Hatiku sudah tertutup untuk terus berteman apalagi untuk bisa percaya padanya. Mau lima juta atau lima ratus ribu kekurangannya aku tidak lagi perduli.
Apa yang sudah berlalu aku sudah pasrah, mungkin bukan rezekiku. Pada akhirnya aku mengerjakan hal lain yang membuatku dapat membayar hutang dan sekarang hidupku baik-baik saja meskipun usaha klinik tidak terjadi.


Seperti saat buaya akan dipindahkan lokasi tinggalnya, yang harus dilakukan adalah menutup mulutnya agar tidak terbuka dan mencelakakan orang yang memindahkannya. Inilah yang kulakukan sekarang, menutup mulut Dina agar tidak terbuka dan melukai aku lagi. Bye Dina…

Sabtu, 03 Juni 2017

27 Hanya Sekali

Posted by cuap-cuap ratih on 21.39 with 3 comments
Pagi-pagi, kami sudah nongkrong di warteg Umi tidak jauh dari Kantor Kesehatan Pelabuhan yang ada di Halim Perdana Kusuma, cari sarapan.
“Bang kalau bisa kembali di masa lalu, saat umur 27 tahun apa yang pingin dilakukan?”
“Mmmm… kenapa?”
“Ga papa, tanya aja.”
Iseng banget orang lagi makan ditanya sesuatu yang tidak ada ujung pangkalnya. Salahnya sendiri tidak mendapat jawaban yang jelas, malah balik ditanya. Tenyata pertanyaan sambil lalu itu tidak berefek apapun nyatanya nasi beserta teman-temannya tetap dimakan sampai habis, kirain bakal kepikiran gitu. Sarapan apa lapar bang?

Kalau bilang ada 27 impian yang ingin aku wujudkan kamu percaya ga? Kenapa harus 27? Ada apa dengan angka 27? Keramat ya? Kamu tau, itu terdiri dari angka 2 dan 7 jika ditambah menjadi Sembilan yakan? Hubungannya dengan 27 impian? Sama sekali tidak ada! Hanya saja 27 itu angka yang indah, betul?

Banyak manusia berusaha menjalani usianya dengan biasa saja, aku salah satunya. Karena kalau kebanyakan gaya, ribet hidup lo! Begitulah rata-rata orang berkata. Maka hidup bagiku hanyalah rutinitas semata. Bernafas, makan, tidur dan buang air. Dulu begitu pikirku, ternyata itu tidak membahagiakan, lalu mengapa tidak menjadikannya luar biasa? Tidak perlu membandingkan dengan hidup orang lain juga sih. Cukup bahwa hidup kita adalah “milik kita” dan itu hal yang luas biasa.

27 pada usia hanya aku lewati satu kali, sekarang sudah 27 plus sedikit masih diberi nafas untuk berada didunia ini. Pikirkan yang positifnya aja, Alhamdulillah. Kembali ke usia 27, aku tidak menyesal dengan apa yang sudah menjadi jalan hidupku banyak bersyukur malah. Diusia itu aku telah berkeluarga dan memiliki satu anak, suami yang mengasihi meskipun aku tidak memiliki jenjang karir.

Aku hanya bisa berharap dapat menjalaninya dengan lebih ikhlas, lebih bersungguh-sungguh dan lebih baik. Menemukan apa yang terpenting dalam hidup di dunia ini. Tersadar apa yang dialami adalah bekal untuk menjalani hidup setelahnya. Tidak menyesal merupakan bentuk rasa syukurku. Sekarangpun masih banyak cita-cita yang ingin diwujudkan. So what? Boleh ajakan?

“Karena hidup terus berjalan saat kita rencanakan ataupun tidak, maka lakukanlah yang terbaik” -RDK-



#teruntuk teman yang tinggal nun jauh disana Sabrina Anggraeini Lasama, meski terbentang jarak teriring doa yang terbaik dariku 😊 kiss 'n hug.

Kamis, 11 Mei 2017

Bukan Milikmu

Posted by cuap-cuap ratih on 07.19 with 5 comments
Dewo: “Aaah, gagal lagi!”
Bimo: “Apa yang gagal lagi? Datang-datang melempar kesal gitu.”
Dewo: “Aku sudah mengeluarkan uang untuk mengurus ini itu, tapi ternyata proyek itu gagal Karena peraturan pemerintah yang baru dikeluarkan. Konyolkan!”
Bimo: “Terus?”
Dewo: “Ya, artinya aku kehilangan uangku dong untuk hal yang sia-sia.”
Bimo: “Kamu akan merasa kehilangan karena kamu merasa memilikinya, padahal didunia ini tidak ada yang benar-benar milik kita. Jadi mengapa harus merasa kehilangan untuk hal yang bukan milik kita?”
Dewo: “Tapi kan aku mencari uang itu dengan keringatku”
Bimo: “Iya benar, tapi bukan semata hanya karena kerja kerasmu hingga mendapatkan semua itu. Allah yang mengizinkan semua terjadi.”
Dewo: “Terus kalau aku tidak bekerja dari mana aku bisa dapat uang.”
Bimo: “Bagaimana cicak bisa tetap hidup sedangkan hanya bisa menempel di dinding?”
Dewo: “Lalu?”
Bimo: “Karena Allah yang menyediakan makanan untuknya.”
Dewo: “Aku ga ngerti”
Bimo: “kamu bekerja dan mendapatkan uang, Karena Allah yang memberikanmu kemampuan dan pekerjaan sehingga kamu mendapatkan uang itu.”
Dewo: “Jadi aku, tidak boleh merasa semua apa yang ada ini milik aku?”
Bimo: “Karena semua itu akan ada pertanggungjawabannya, maka menurutmu semua itu milik siapa?”
Dewo: “Mmmm..”
Bimo: “Sudahlah tidak perlu terlalu kesal, mungkin belum rezekimu saja. Cepet move on dan cari jalan lain. Semoga itu menjadi rezekimu”
***

Selasa, 09 Mei 2017

Bekal Menjadi Seorang Ibu

Posted by cuap-cuap ratih on 17.08 with 7 comments
     Dalam hidup ini, banyak dari sikap saya yang sangat saya sesali sekarang salah satunya seperti memasukkan anak lelaki saya ke sekolah pada usianya masih sangat muda. Hanya Karena kakak ipar kebetulan memiliki taman kanak-kanak dan letaknya dekat dengan rumah, saya tidak berpikir jauh dan memasukkan anak untuk sekolah di usianya 3,4 tahun. Saya melihat dia menikmati pergi sekolah dan bermain disana. Sayapun merasa tenang karena melihat anak saya senang. Ditambah saya merasa beban saya sedikit berkurang Karena selama dia sekolah saya dapat membereskan rumah. Saya memang “full timer mother” tanpa ada asisten rumah tangga.

     Tidak terasa belajar di taman kanak-kanak itu selama dua tahun lamanya. Saya masih belum melihat hal yang ganjil. Hanya saja hampir setiap hari gurunya akan datang ke rumah membawakan tas dan sepatunya yang tertinggal di sekolah, entah sengaja atau memang Karena lupa. Padahal sudah sering kali dinasehati untuk membawanya bila sudah pulang sekolah. Saya pun tidak ambil pusing Karena memang merasa hal itu wajar saja kan dia memang masih kecil.

      Setelah dua tahun itu, berarti anak saya berumur 5,4 tahun dan dia tidak ingin belajar lagi di taman kanak-kanak, dia ingin melanjutkan sekolah ke sekolah dasar bersama sepupunya dan akhirnya sayapun memasukkannya ke sekolah dasar. Dalam hal akademik dia dapat mengikuti dengan baik, sudah bisa membaca dan menulis namun untuk urusan kemandirian saya harus banyak membantunya. Sering ketinggalan buku, alat-alat tulis, PR, dan tugas-tugas lainnya. Mulailah saya melihat dia berubah dari awalnya dia senang bila pergi belajar di taman kanak-kanak, pada saat bersekolah di Sekolah dasar timbullah sikap acuh tak acuhnya. Badannya saja tetap bersekolah namun tidak dengan alam pikirannya sehingga membuat saya sering memarahinya karena tidak memperhatikan pelajaran dan apa yang disampaikan gurunya. Saya merasa anak saya itu tidak bertanggung jawab dengan sekolahnya.

     Saat itu saya tidak menyadari tekanan yang saya beri kepadanya dan itu sangat berdampak besar, bahkan yang dari usia 3 tahun dia sudah tidak lagi mengompol tiba-tiba dia mengompol hampir setiap hari! Rasa marah dan malu membuat saya bahkan menghukum dia untuk mencuci sendiri bajunya yang basah, pernah juga menariknya dari tempat tidur memandikannya pada tengah malam dengan cara dan kata-kata kasar sebagai dalih menasehati. Kalau mengingat itu selalu ingin menangis, membayangkan betapa hatinya terluka dengan perlakuaan dan apa yang telah saya ucapkan.

     Tidak berhenti disitu, saat saya masih banyak membantu, nilai-nilainya masih bisa dipertahankan. Sampai usia 9 th, saya merasa dia semakin besar dan saya mengurangi untuk selalu membantunya. Ternyata nilai-nilai akademiknya terjun bebas ke dasar yang paling bawah dan dia masih terus mengompol. Dalam kegalau saya menceritakan perkembangan anak kepada suami.

“Gimana tuh ya yah? Mi harus berbuat apa?”
“makanya jangan dimasukin sekolah buru-buru, kan dah ayah bilangin”
“Iya tapi kan anaknya yang mau”
“Kalau anaknya mau racun trus umi kasih juga?”

     Bukan solusi yang saya terima tapi seperti tamparan yang keras diwajah, melukai hati dan harga diri saya sepenuhnya sebagai seorang ibu melihat perkembangan anak yang semakin mundur, saya merasa gagal sebagai ibu. Ternyata saya juga tidak patuh dan mendengarkan apa perkataan suami, saya juga merasa gagal sebagai istri.

     Saya salah arah dalam membimbing dan mendidik anak. Saya seringkali membandingkannya dengan anak lain, bukannya melatihnya berkompetisi dengan dirinya sendiri. Meningkatkan kemampuannya dari waktu ke waktu membuatnya lebih baik dari kemampuan sebelumnya. Tapi hanya Karena pengakuan orang banyak akan stereotip terhadap kepintaran dan kesuksesan, membuat saya lupa melihat kemampuan dan potensi anak sendiri. Saya merasa bangga bila anak saya bisa membaca dan menulis sedini mungkin, tapi tidak masalah bila makan harus selalu disuapi, pakai baju harus dipakaikan, merapikan buku-buku yang harus dibawanya ke sekolah. Harusnya saya melatih kemandiriannya dulu sebelum menjejalkannya dengan pelajaran di sekolah, melatih akhlaknya sehingga dia dapat kuat menjalani kesehariannya.
     
     Tapi hidup tetap harus berjalankan? Saya sungguh-sungguh menjadikannya pelajaran agar tidak terulang lagi. Benar adanya bila setiap anak akan berbeda bahkan dengan saudara kandungnya sendiri. Kalau sepupunya bisa menulis membaca di usia 4 tahun, anak kita bisa berhasil di usia 6 tahun, memang kenapa? Temannya punya prestasi dengan banyak menang di setiap cerdas cermat, anak kita masuk sepuluh besar di kelasnya pun tidak ataupun di peringkat paling buncit, lalu kenapa? Dulu saya merasa sebagai ibu yang berhasil itu bila anak saya pintar juga berprestasi. Padahal setiap anak itu sudah Allah bekali dengan kemampuannya masing-masing, dan tidak sama.

      Ibu adalah sekolah pertama dalam kehidupan anaknya. Bagaimana bila seorang ibu justru tidak melihat kepada anaknya sendiri dan membandingkannya dengan anak orang lain. Siapa subjek sesungguhnya dalam ruang lingkup Pendidikan yang dilakukannya. Sayangnya hal ini saya sadari setelah anak pertama saya sudah merasakan pengalaman yang tidak menyenangkan. Nasi sudah jadi bubur. Sekarang saya mencoba ikhlas menerima segala kondisi anak saya yang mungkin hal itu ada andil dari perlakuan saya dulu. Kemajuan dan perkembangannya sedikit demi sedikit.

      Banyak belajar ilmu-ilmu parenting dari berbagai sumber. Saya berpikir harusnya saya memiliki kedua hal ini jauh, mungkin sebelum saya menikah dan memiliki anak, sehingga bila saatnya tiba saya sudah siap, secara fisik dan mental sadar posisi dan tugas sebagai ibu. Tetap belajar sampai sekarang, Karena anak bertambah umur berbeda pula cara memperlakukannya apalagi sekarang juga bertambah jumlah anaknya. Sebenarnya menjadi ibu, buat saya adalah menjadi pembelajar seumur hidup terutama belajar menjadi ikhlas.


Sabtu, 22 April 2017

Pernikahan kedua

Posted by cuap-cuap ratih on 06.07 with 4 comments
"Sudah sejak kapan abang..." kalimat itu tergantung begitu saja, aku tak sanggup untuk bertanya. Tapi sekuat tenaga aku ingin mengatakannya.
"Sudah sejak kapan abang menikah dengannya?"
"Jauh sebelum abang menikahimu" jawaban datar tanpa ada rasa terlontar begitu saja.

Berani betul dia mengatakannya tepat didepan wajahku dengan sikap tanpa rasa bersalah.
Jadi selama ini aku telah dibohonginya mentah-mentah. Betapa bodoh aku tidak mengetahui tanda-tandanya sedikitpun.

Pernikahan kami bukannya pernikahan yang sembunyi-sembunyi. Semua orang di desanya, orang tuanya, saudara-saudaranya, teman dan sahabatnya juga begitu dari pihakku. Rasanya tak ada yang luput untuk kami undang.

Tak ada satu kata yang dapat keluar dari mulutku, terkatup begitu kuatnya tertutup amarah dan aku sangat terkejut. Ternyata aku adalah pernikahannya yang kedua.

"Kapan itu?"
"Lima tahun sebelum kita menikah"
"Dan sekarang statusnya dia apa?"
"Masih istriku"

Dia hanya bisa menunduk tanpa bisa menatap wajahku. Setelah kemarahan yang berusaha kutahan ini membuat seluruh tubuhku lemas. Meski aku terduduk tapi tidak kurasakan empuk tidaknya kursi yang menyangga badanku. Tanpa terasa airmata berlomba mengalir deras keluar dipipiku. Pecah sudah tangisku. Perasaan terkhianati memelukku erat, dadaku terhimpit dan membuatku sulit untuk bernafas dengan normal.

Suamiku, masih begitu statusnya saat ini, hanya membiarkan diriku mengeluarkan semua persediaan airmata yang ada. Kurasa itulah sikapnya yang memang harus dia perankan. Menutup mulutnya dan diam. Duduk diseberang kursiku seperti patung sampai selesai kuhabiskan airmata ini..

Sesuatu yang busuk tidaklah dapat disimpan lama-lama, pada akhirnya akan tercium juga kebusukannya.

Ya Tuhan apa yang harus aku lakukan? Hatiku menjerit tapi tidak dengan mulutku. Semakin lama pandanganku semua menjadi gelap.

Hanya terdengar samar suara bang Bima memanggil namaku,"Rianti.. sayang.. sadarlah.. yang"

-bersambung-

Kamis, 09 Maret 2017

Belajar Agama

Posted by cuap-cuap ratih on 10.24 with No comments
Belajar Agama

Kalimat "Di dunia, kalau salah pakai baju masih bisa ganti tapi kalau salah agama bagaimana mau ganti, tahunya sudah di akhirat sudah terlambat untuk bertobat"

Deg.. kalimat ini dulu benar-benar menggugah saya. Memang benar keislaman saya karena orang tua beragama Islam. Tapi apakah agama ini yang benar? Kenapa harus beragama ini?

Saya juga baru memiliki pemikiran seperti ini setelah dewasa. Saat masih kecil yang ditahu hanya makan, tidur, sekolah, main. Apalah yang diberi orang tua itu yang diterima.

Disuruh les ini itu, selama menyenangkan hayo aja, disuruh ngaji ya jalan aja. Maka benar kalau orang tua yang dapat menjadikan anaknya sesuai dengan kepercayaannya. Anak-anak masih polos.

Namun setelah beranjak dewasa harusnya lebih peka terhadap hal ini. Menentukan bagaimana dan seperti apa agama yang dipeluknya. Karena disanalah terdapat tujuan mengapa kita hidup. Mempertanyakan eksistensi diri sendiri. Atau amal-amal yang kita lakukan sudah sesuai dengan tuntunan belum. Jadi saat beramal sudah tahu dasar ilmunya dan dengan ilmu beramal bisa maksimal.

Terbukti meski dari kecil memeluk Islam artis Asmirandah setelah menikah mengikuti agama suaminya yang non muslim dan banyak lagi cerita publik figur atau rakyat kebanyakan yang memilih agama lain setelah dewasa. Entah memang dengan pemikirannya atau alasan lainnya.

Inilah pentingnya belajar agama, agar tahu bagaimana agama yang dipeluknya. Tidak sedikit juga yang semakin erat memegang ajaran Agama Islam dengan lebih dekat, lebih taat, dan lebih menyeluruh setelah mengenal lebih dalam agamanya.

Belajar agama hendaknya dengan orang yang khusus atau memang ahli dibidangnya. Guru yang diakui kapasitas dan otorisasi keilmuannya. Tentunya harus mengacu pada Al Quran dan Sunnah. Kalau diluar itu kita harus waspada dan punya rasa skeptis. Jangan sampai kita mengikutinya membabi buta tanpa proses berfikir dan mencari kebenarannya.

Membiasakan diri untuk bertafakur yaitu berfikir dan merenungkan sesuatu. Tafakur bisa saja mengenai ayat-ayat Tuhan, penciptaan alam dan segala isinya atau hal lainnya.

Permasalahan dalam hidup haruslah selalu dipandang dengan kacamata agama. Beragama sudah menjadi bagian yang tidak dapat lepas dari kehidupan karena fitrahnya manusia seperti itu.

Belajar agama diharapkan akan menampilkan akhlak agama yang dianutnya. Kebaikan atau keburukan akan tercermin dari perilakunya dari seberapa jauh mengenal agamanya. Hal ini berlaku bila tidak ada kepentingan lain, selain memang ingin beragama dengan benar.

Beda cerita bila mempelajari Islam dengan tujuan untuk kepentingan lain. Walaupun mengerti dan faham tetapi hal itu ditutupi atau dijadikan alat untuk mendukung kepentingannya tersebut. Memiliki gelar akademis berderetpun tidak ada artinya bila akhlak yang dimiliki bertolak belakang dengan yang diajarkan oleh agamanya. Apalagi keilmuannya itu tidak digunakan untuk membela agamanya.

Islamphobia tercipta karena akhlak-akhlak yang ditampilkan tidak sesuai dengan ajarannya. Ada banyak kepentingan yang menutupinya. Berarti bukan salah Islamnya, bisa jadi karena sudah tercampur dengan kepentingan manusia.

Belajar agama dari kecil lebih dianjurkan dan diutamakan sehingga mudah membentuk kebiasaan yang diwajibkan dalam agamanya, seperti kalau dalam Islam menunaikan rukun Islam yang 5. Semoga tidak salah pilih, agama yang dianut akan membawa keselamatan untuk kita.

#terinspirasi cerita teman yang selama hidupnya terus berganti agama yang berlainan, mungkin seluruh agama yang ada didunia. Agama kok coba-coba?


Sumber gambar: lintas.co.id

Minggu, 05 Maret 2017

SAYAP

Posted by cuap-cuap ratih on 09.47 with No comments
Selalu saja menerima kekalahan.
Apa aku yang salah?
Rasa ini memenjarakan jiwaku.

Terlalu lama terdiam.
Panggilan itu terdengar dari jauh dan saat kuberbalik dia menghantam tubuhku.
Aku ingin berlari.
Menenggelamkan diri dalam kelam samudra.
Membakar marah ini sampai habis tapi hanya gelap yang kugenggam.

Ku terjatuh.
Ku tutup telinga hingga tak kudengar lagi tawa.
Menangis sendiri.

Ku terbangun mendapati diri terkunggung dalam warna cerah yang menyilaukan mata.
Dimana ini? 
Pil pahit yang harus kutelan membawaku dalam dunia lain.

Kuberayun hingga langit terasa dekat.
Airmata menetes dalam kepedihan.
Menggambarkan jalan kehidupan.

Adakah terang hanya fatamorgana? 
Hanya lorong ini akan membawaku kepada Tuhan.
Genggam tanganku.
Berikan aku sayap.

Aku akan menunggu.
Dunia hanya sementara.
Dia selamanya.


sumber gambar by google

Sabtu, 04 Maret 2017

Cuma Mau Jujur

Posted by cuap-cuap ratih on 23.52 with No comments
Mobil mungil kami berusaha membelah jalan Juanda di daerah Depok yang seringkali macet apalagi saat ini sedang turun hujan. Ini saat yang paling menyenangkan buatku. Berdua didalam mobil dan tema apa saja bisa masuk dalam obrolan kami.
Pernah dengar Superman? Iyaa Super hero yang lahirnya di Amerika tuh, bisa terbang dan punya kekuatan super. Nah ga ada hubungannya juga sih cuma mau menyamakan saja kalau Superman selalu muncul pada saat dibutuhkan, suami juga seperti itu pekerjaannya. Bekerja terutama saat ada yang mau operasi karena tanggungjawabnya pada wilayah pembiusan pasien. Dan itu yang seringkali membuatnya berpindah-pindah dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain. Aku sering menggodanya dengan lagu one call away-nya Charlie puth walaupun cuma tahu reff nya aja pada saat ada telpon yang menghubunginya. Rasanya tu ya dia banget gituh..

“I'm only one call away
I'll be there to save the day
Superman got nothing on me
I'm only one call away

Suami bercerita, pernah mobil harus masuk ke bengkel dan untungnya bisa selesai satu hari saja. Tapi suami tidak bisa otomatis libur atau tidak bekerja karena tidak ada kendaraan. Siang itu ada dua operasi di dua rumah sakit yang berbeda. Akhirnya suami memutuskan menggunakan armada online, motorlah yang jadi pilihannya. Salah satu keunggulan untuk wilayah yang banyak titik kemacetan bahwa motor bisa sampai lebih cepat disamping armadanya yang banyak berseliweran menjamin ketersediaan dalam menjawab orderan yang ditawarkan.
Saat memesan yang pertama kali suami mendapatkan diskon yang lumayan banyak mencapai 50% dari tarif yang dikenakan seharusnya. Tidak tahu juga kenapa bisa sampai didiskon sebanyak itu. Tarifnya akan dikirimkan melalui email sehingga suamipun akan mengetahui masalah diskon ini, berapa jumlah uang yang harus dibayarkannya.  Pengendara motor online ini sangatlah jujur, meskipun ada email yang memberikan info, dia tetap saja menyampaikan kepada suami jumlah yang harus dibayar termasuk diskonan yang diterima. Bersyukur tugasnya yang pertama berjalan dengan lancar, dan menuju tugas yang kedua di rumah sakit yang berbeda namun tidak terlampau jauh kira-kira 10 km dari rumah sakit yang pertama.
Memesan lagi motor online untuk yang kedua kalinya. Tanpa disangka-sangka dapat diskon lagi dan bertambah besar jumlahnya. Pengendara kedua juga berlaku sama dengan pengendara pertama, dia jujur menyampaikan mengenai tarif yang ada.
Saat akan kembali ke bengkel, tetiba ada telpon masuk yang mengabarkan akan ada operasi cito di rumah sakit yang pertama. Dan suami harus kembali ke rumah sakit yang pertama. Untuk ketiga kalinya suami memesan motor online dan sangat mengejutkan tarifnya tertulis nol rupiah alias gratis. Pengendara ketiga ini tidaklah sama dengan pengendara yang pertama dan kedua, dia sama sekali tidak menyinggung mengenai diskonan yang didapat suami. Di situlah suami menyayangkan tindakan pengendara ketiga ini.
Aku sempat bertanya kepada suami, “kalau saja nih, dia bilang bahwa abang dapat diskon sehingga tidak perlu membayarnya alias gratis. Apa abang tetep akan memberikannya uang?”
“Iya.”
“Kasihanlah, dia sudah kerja. Masa tidak dikasih uang?”
“Tapikan abang dapat diskon,” belaku.
“ya ga apa, anggap aja abang kasih tips tapi sayang dia tidak jujur.” kata suamiku

Masih harus pesan motor online untuk yang keempat kalinya dengan tujuan bengkel. Tarifnya pun kembali seperti biasa, ternyata diskonnya hanya untuk motor online yang pertama sampai ketiga. Meski tidak mengalaminya sendiri aku juga jadi ikut merasakan naik motor online dengan cerita suamiku itu. Kejujuran adalah hal yang utama. Kalau ingin orang jujur kepada kita maka harus dimulai dari diri kita dulu yang harus jujur karena apa yang kita lakukan pada akhirnya akan kembali pada kita. Kalaupun akhirnya tidak sesuai dengan yang kita usahakan, itu adalah ujian agar kita lebih bersabar. ^^
                                           sumber gambar: duit pintar.com