Aku sering ditanya, “kok bisa mengajar anak berkebutuhan
khusus, maaf apa anak ibu autis?”. Sepetinya tidak harus punya anak yang
berkebutuhan khusus dulu baru bisa mengajar? Pikiran itu yang terlintas dalam
benakku. Seandainya ibu itu tahu, jangankan untuk mengajarkan anak orang lain, mungkin
waktu ibu itu sudah habis tercurah untuk anaknya sendiri.
Awal aku mengajar anak berkebutuhan khusus memang tidak di
rencanakan sebelumnya. Aku punya seorang teman yang kuliahnya jurusan
pendidikan Luar biasa. Saat itu dia sedang diuji Allah dengan sakit yang cukup
serius, meningitis. Harus berobat kesana kemari membuatnya tidak dapat
memberikan pengajaran kepada siswa bimbingannya. Dengan keterbatasan waktu dan sumber
daya manusia, sulit baginya mendapatkan pengganti secara cepat karena bagaimanapun
siswanya harus tetap belajar. Akhirnya dia ingat padaku, yang pada waktu itu
memang tidak ada kesibukan.
Saat ditawari akupun bertanya,” Aku ngajar? Emangnya bisa? Kan
ga punya background pendidikan khusus.” Itu rasanya pertanyaan buat diri
sendiri kali ya, secara memang tidak punya pendidikan khusus untuk mengajar
anak-anak seperti itu. Tapi kata temanku,” yang dibutuhkan anak-anak itu adalah
guru yang sabar dan sayang sama mereka, mengenai metodenya kamu bisa pelajari.”
Berbekal niat Lillahi ta’ala akupun memberanikan diri.
Akhirnya aku mengajar salah satu siswa yang memiliki
disabilities learning artinya kesulitan belajar. intelegensia yang dimilikinya
secara yang signifikan berada dibawah rata-rata anak seusianya dan disertai dengan
ketidakmampuan dalam adaptasi perilaku. Anak ini merupakan salah satu yang
disebut anak berkebutuhan khusus. Anak ini mungkin bisa bersekolah umum namun
bukan untuk mengejar akademiknya lebih kepada bina diri. Belajar bagaimana
berbicara dengan teman atau guru, sampai untuk jajan pun dia pelajari. Dari jajan
itu dia belajar mengenai mata uang, fungsi uang, adanya kegiatan jual beli dan sebagainya.
Tentunya dia juga mengikuti kurikulum sekolah tapi yang sudah disesuaikan
dengan kemampuan anak yang berarti standart nilainya telah diturunkan.
Learning by doing itu metodeku mengajar mereka. Aku harus mempelajari
dan mengenalnya lebih dulu, apa yang disukai, apa yang dibenci, bagaimana cara
belajarnya, bagaimana cara dia berinteraksi dengan teman-temannya, pola
tidurnya dan sebagainya. Cara cepatnya memang kita banyak menggali informasi terutama
dari orang tua tapi juga keluarga lain yang mungkin tinggal bersamanya seperti
kakek, nenek, paman, bibi, pembantu, supir atau siapa saja. Kenapa harus susah
payah mencari tahu hal itu? Karena bukan saja membantu dalam pelajaran akademik
tapi juga mengajarinya perilaku baik yang disesuaikan kegiatan hariannya. Mereka
memiliki umur mental yang berbeda dari umur fisiknya. Ada yang umurnya sudah 10
tahun tapi perilakunya seperti anak usia 6 tahun. Ketidakmampuan mengutarakan
apa maunya dengan jelas bisa menyebabkan anak tantrum dan sulit ditenangkan,
masih suka membeo yaitu mengikuti gerakan atau perkataan orang lain secara
berulang-ulang yang membuat kurang konsentrasi.
Bisa dibayangkan awal-awal mengajar, untuk urusan akademik
pun hal yang mudah belum tentu dapat diajarkan dengan mudah, butuh meramu berbagai
metode agar si anak dapat memahaminya. Mengajarkan perilaku baik, kitapun harus
konsisten agar anak dapat terus mengingatnya.
Bukan hanya anak berkebutuhan khusus saja, yang perlu
diperlakukan dengan penuh kesabaran dan kasih sayang, adalah hak setiap anak.
Dengan mengajar anak berkebutuhan khusus membuat diri ini semakin
bersyukur kepada Allah atas nikmat yang diberikan. Dapat lebih menerima dan memahami kelebihan juga kekurangan anak yang membuatnya utuh sebagai pribadi
yang unik. Tidak lagi memarahi karena nilai ulangannya yang jelek, tidak lagi
menuntut harus mampu bersaing disemua mata pelajarannya, lebih banyak
memberikan dukungan atas kegiatan positif yang ingin dilakukannya dan lebih
banyak mendampingi dikala diperlukan. Tiada cipta Allah yang sia-sia, setiap kita harus dapat mengambil hikmahnya dan menjadi ladang ibadah untuk mengapai ridho-Nya.
Sumber gambar: www.majalahfahma.com
#ODOP#Februari membara#Hari ke 5-#have a nice weekend with
family
saya pernah berada bersama anak berkebutuhan khusus, ada banyak hal yang dapat dipelajari di kehidupan ini, dari siapa pun itu..
BalasHapusLuar biasa mbak ratih. Sabar banget ya menghadapi anak berkebutuhan khusus terutama autisme. Saya punya sedikit pengetahuan soal autisme karena kampus saya dulu concern autisme. Sampai ada kuliah khusus orang autis.
BalasHapusTau soal autis tapi belum tentu bisa menghadapi seperti mbak ratih
Betul aydi..
BalasHapusLangsung terjun bebas mengajarnya febie, ternyata memang yg dibutuhkan adalah konsisten Dan kepedulian
BalasHapusLangsung terjun bebas mengajarnya febie, ternyata memang yg dibutuhkan adalah konsisten Dan kepedulian
BalasHapusBetul aydi..
BalasHapus