Ini bukan ajaib yang aneh-aneh hanya saja hal yang jarang
terjadi. Ini adalah kisah sejati hidupku.
***
Pagi itu aku hanya berdua dengan mama dirumah, jam sudah
menunjukkan jam 7, kedua adikku sudah berangkat ke sekolah dan papa juga sudah
ke kantor.
“kamu ga kuliah teh?” tanya mama
“Engga mah, jadwalnya kosong hari ini” jawabku
“Ya udah, mama mau jalan kedepan dulu” kata mama sambil
menuju ke luar rumah. Aku hanya mengangguk saja dan meneruskan makan pagi.
***
Brakk! suara pintu terbuka dengan keras, tiba-tiba saja
mama dari luar tergopoh-gopoh memanggil namaku. Aku yang sedang bersantai
sambil membaca novel sampai melonjak dari kursi dan berlari ke depan rumah.
Kulihat mama yang membuka pintu dan hanya berdiam disana.
“Mah!, kenapa?” tanyaku sambil membantu menahan lengan mama
yang menyenderkan tubuhnya ke pintu.
“kamu cepet panggil mbak Diana sana, bilang anterin mama ke
rumah sakit, trus bawa tas coklat mama yang sudah ada deket tempat tidur
dikamar!,” perintah mama
Tidak berfikir dua kali aku meninggalkan mama yang masih di
pintu, langsung pergi dan memanggil mbak Diana tetanggaku.
“Assalamualaikum, mbak Dianaaa,” dengan sedikit berteriak.
Kepalaku kekanan kekiri melongok ke jendela untuk mencari sosoknya. Walaupun
keadaan darurat tidak berani aku langsung menerjang masuk ke dalam. Sekali lagi
aku memanggil namanya. Kemudian muncullah mbak diana dengan berbaju kaos lengan pendek dan
celana panjang, potongan pendek rambutnya masih agak berantakan sepertinya masih dengan seragam tidurnya. Wajahnya tersenyum
menyambutku.
“Eh, kenapa gemeteran kayak cacing gitu?” tanyanya karena
aku bergerak seperti orang yang sedang menahan ingin buang air kecil, tidak
bisa diam.
“Mama mba!,” jawabku gugup “Mama minta tolong diantarkan ke
rumah sakit sekarang!” lanjutku, rasanya benar-benar ingin buang air kecil jadinya untuk
menghilangkan kepanikanku.
“Oh?!, sekarang ya?.. tunggu sebentar mbak ambil kunci
mobil dulu,” kata mbak Diana yang mulai terkena setrum kepanikanku. Jadi ikut
panik. “Dimana kuncinya?!” kata mbak Diana bertanya pada dirinya sendiri sambil
celingukan. Kelihatannya mama sudah janjiaan dengan mbak Diana, karena saat aku hanya
mengatakan mama ingin diantar, dan mbak Diana sudah langsung mencari kunci
mobilnya.
“Teh, Kamu tunggu sama mamamu didepan rumah ya, mbak susul
kesana,” jelas mbak Diana setelah mendapatkan kunci mobil yang ternyata
terletak digantungan kunci di ruang tengah.
Mbak Diana keluar menuju garasi dan aku kembali ke rumah.
Ingat perintah mama untuk membawa serta tas coklat yang sudah disiapkan
sebelumnya. Dan aku langsung kembali menuju mama.
Aku menunggu didepan rumah bersama mama, Wajah mama tampak
lebih pucat dan bulir-bulir keringat mulai bermunculan sebesar-besar jagung. Mama
meringis menahan sakit. Dia meremas-remas tanganku yang sedari tadi memeganginya.
Untung tidak lama kemudian mobil mazda merah milik mbak Diana sudah keluar dari
garasi dan berhenti di depan rumah. Kemudian aku masukkan mama, duduk dikursi
belakang dan aku disampingnya.
***
Dalam perjalanan ke rumah sakit, aku terus memperhatikan
mama. Raut wajahnya bertambah pucat, keringatnya sudah tampak seperti orang
yang habis jogging 3 kali putaran lapangan sepak bola. duduknya juga tidak
tenang. Matanya sesekali menutup, menahan sakit yang rasanya datang dan pergi.
Terlihat sekali mama mengatur nafasnya dan aku hanya bisa bilang “sabar ma,
sebentar lagi sampai.” Memberinya semangat untuk bertahan. Mbak Diana juga sesekali
melihat ke kursi belakang untuk sekedar mengecek keadaan. Wajahnya menyiratkan
kekhawatiran. Rumah sakit yang dituju tidak jauh dari rumah kurang lebih 15
menit saja, tapi hari itu rasanya waktu berjalan sangat lambat. “kok tidak
sampai-sampai sih,” dalam hati, Aku tidak tega melihat mama seperti itu.
Bangunan rumah sakit sudah terlihat, satu kali lagi belokan
kekiri didepan sana sampailah di halaman rumah sakit. Sengaja Mbak Diana
memarkirkan mobilnya didepan ruang UGD. Tanpa menunggu untuk berhenti total,
aku langsung turun dari mobil dan langsung menuju ruang jaga suster, karena
sebelum mobil sampai di rumah sakit, mama sudah berkata “teh nanti kamu
langsung cari susternya ya.. bilang mama sudah tidak kuat!” Bukan hanya panik
biasa tapi ini sudah panik tingkat dewa, seperti orang linglung aku mencari
suster atau siapa saja yang berjaga disana. Ternyata jam 8 pagi adalah waktunya
suster-suster di rumah sakit itu aplusan alias pergantian jam jaga dan ruang
jaga tampak sepi dan kosong. Astagfirullah! mau menangis rasanya, tapi alhamdulillah entah
dari mana keluar seorang yang berpakaian seragam suster dan langsung saja aku
menghampirinya.
“Suster ayoo cepat! ibu saya sudah tidak kuat!,” kataku
panik.
Setengah bercanda dan mungkin karena tidak tahu apa yang
terjadi susternya hanya menjawab kepanikanku dengan,
“iya sebentar, masa saya disuruh terbang,” OMG!. Tak perduli
sekeliling ku tarik tangan suster itu, walau sempat kaget tapi suster itu mengikutiku keluar ruangan dan aku mengarahkannya menuju tempat
mama yang masih menunggu di dalam mobil. Tanpa di beritahu
kemudian suster itu melongok kedalam mobil dan melihat mama yang sedang menahan
sakit. Serta merta suster langsung memeriksanya.
“Sebentar saya ambil peralatan,” kata suster ikut agak panik
setelah mengetahui kondisi pasiennya. Suster berlari kedalam ruang UGD. Cepat juga suster itu bertindak, tidak
lama sudah datang lagi membawa peralatan. Suster itu bilang kepadaku “tunggu
disini jaga supaya tidak ada yang melihat ya!” Suster kemudian masuk kedalam
mobil dan aku dengan patuh berjaga diluar mobil.
Seorang satpam menyadari ada suasana yang berbeda pada mobil
yang di parkir didepan ruang UGD, dia sempat melihat seorang suster masuk ke dalam mobil dan ada
seorang gadis yang menunggu di samping pintu mobil seperti orang berjaga-jaga, melihat
keadaan sekitar dengan wajah seperti orang yang kehilangan barang berharganya, bingung dan resah.
Otomatislah antena ke satpamannya bekerja menaruh curiga. Maka mendekatlah dia. Sebelum benar-benar mendekat mobil. Aku sudah maju duluan.
“Pak jangan liat, ibu saya sedang lahiran!,” kataku sambil berusaha menghalangi satpam itu untuk melihat apa yang terjadi di dalam mobil. Beberapa saat
satpam tetap bersikeras ingin melihat namun akhirnya satpam itu mundur teratur
karena sekilas sudah melihat apa yang terjadi dan merasa yakin situasi tidak
mengkhawatirkan. Akhirnya membiarkan suster didalam mobil menolong pasiennya.
Tak lama kemudian suster sudah menggendong seorang bayi
mungil dan masuk kedalam rumah sakit, tapi mama masih didalam mobil. Tak lama lalu
keluar 2 orang perawat laki-laki membawa brankar yang ternyata digunakan untuk
mengevakuasi mama dari dalam mobil dan masuk ke rumah sakit.
Aku terdiam, masih merasa lututku mau copot dan detak jantungku
berdenyut dengan cepat. Setelah mama masuk ke dalam ruang UGD, aku masih saja
berdiri di dekat mobil, Lalu mataku tertuju ke wajah mbak Diana yang kemudian
tersenyum melihatku. Aku balas dengan senyuman atau mungkin lebih tepat seperti
ringisan. Mbak Diana ikut masuk ruang UGD menemani mama.
“Alhamdulillah,” ucapku lirih setelah merasa agak tenang.
Lalu aku cek kursi belakang mobil mbak Diana, dimana ibuku melahirkan adikku
yaitu anaknya yang ke 4. Tampak tertinggal mungkin yang disebut air ketuban,
juga sedikit lemak, aku tidak melihat banyak darah tapi itu hanya perkiraanku
saja tidak tau tepatnya. Satu hal yang terpikir adalah bagaimana
membersihkannya. Mbak Diana mungkin malaikat yang dikirim Allah untuk
membantuku yang tidak mengerti apa-apa mengenai ini semua untuk mendampingi mama, saat melahirkan pada diusianya yang sudah tidak muda lagi. Ya.. diusianya yang ke 42!. Sungguh
keajaiban dan anugrah betapa mama diberi kemudahan dan begitu lancar saat
melahirkan. Atau mungkin terlalu lancar sehingga melahirkan di dalam mobil yang
terparkir di depan ruang UGD.
***
“Yuk masuk!,” kata mbak Diana saat melihatku masih saja
berdiri dekat mobil. Sesudah dia mengunci mobil lalu menuntunku. Aku hanya diam
mengikutinya. Didepan ruang tunggu UGD
Mbak Diana menyuruhku duduk dan dia duduk disampingku.
“Sudah tidak usah dipikirkan, gampang kok nanti
dibersihkan,” kata mbak Diana seperti bisa membaca dengan tepat apa yang
terlintas dalam benakku.
“Hehe iya mbak Di, Trimakasih banget udah nganterin mama,”
kataku
“iya teh, sama-sama dan selamat ya kamu dah punya adek
baru,” balas mbak Diana sambil mencandaiku dengan lirikan matanya “Sekarang mbak
pulang dulu ya, mau berangkat kerja dan tadi juga sudah pamit sama mamamu,”
kata Mbak Diana, “Oh iya, tadi papamu juga sudah dihubungi, mungkin saat ini
sedang dalam perjalanan pulang,” lanjut mbak Diana kemudian. Mbak Diana adalah
anaknya teman mama yang juga tetangga kami, dia baru lulus kuliah dan sudah bekerja di perusahaan
konsultan menjadi translater Bahasa Inggris.
***
Tinggalah aku sendiri duduk didepan ruang UGD dan tidak tahu
apa yang harus aku lakukan.
Tak lama kemudian keluarlah suster dan mengatakan kepadaku,
bahwa mama sudah dipindahkan ke ruang perawatan. Namun bayinya masih di periksa
lanjutan dan setelah selesai baru akan diantarkan ke kamar dimana mamaku
dirawat. Dengan sisa rasa keterkejutan atas peristiwa lahirnya adikku yang
begitu mendadak namun membahagiakan, aku berjalan dengan cepat ke ruang
perawatan yang disebutkan oleh suster tadi.
Sampai diruangan aku lihat mama terbaring lemah, tapi wajahnya
sudah tidak lagi pucat seperti di mobil. Aku masuk langsung, senyum melihat mama.
Lalu menghampiri dan menciumnya.
“Sudah lihat adekmu?” tanya mama
Aku membalas senyumnya “Belum, tapi nanti mau di bawa
kesini,” jawabku.
“iya, tadi mama sudah liat tapi sekarang dibersihkan dan
diukur dulu,” jelas mama.
Tak lama kemudian suster membawa seorang bayi mungil
berbalut kain berwarna merah muda dalam gendongannya dan meletakkannya dalam
box yang sudah disiapkan disebelah tempat tidur mama.
Kulihat adik baruku, kata mama dia perempuan, kulitnya
kemerahan, rambutnya tidak banyak, ada bulu-bulu halus disekitar keningnya,
matanya masih tertutup tapi mulutnya bergerak-gerak sepertinya ingin menyusu. Aku
teringat saat mama dinyatakan hamil, dia begitu resah karena usianya yang tak
lagi muda. Rasa malu dengan tetangga juga kekhawatiran akan persalinan membuatnya
tidak keluar dan mengurung diri di dalam rumah. Padahal yang ku tahu mama paling
senang mengikuti berbagai kegiatan sosial bersama ibu-ibu tetangga di
lingkungan rumah. Semua anggota keluarga dan aku sendiri tidak mempermasalahkan kehamilan mama, senang-senang
saja akan punya adik lagi walaupun nantinya usia kita terpaut sangat jauh yaitu dua
puluh tahun. Tapi akhirnya mama bisa menjalani kehamilannya lebih santai dengan dukungan keluarga.
Mama adalah seorang ibu yang
sudah berpengalaman mengingat anaknya sekarang sudah 4 orang. Beda usia sepuluh tahun dengan anak yang sebelumnya tidak membuat mama jadi canggung saat akan memegang bayi lagi. Hati-hati ia menarik box
tempat adikku dan mendekatkannya dengan tempat tidur. Mengangkat
adikku dengan perlahan lalu mendekatkan ke dadanya. Mama mengajarkan adik untuk
menyusu dengan benar, agar Asi-nya bisa sampai di mulut adik dan mama merasa nyaman
saat menyusuinya. Bagiku itu adalah pemandangan yang sangat mengharukan. Aku
melihat sendiri betapa mama menahan rasa sakit dan juga menahan agar adik tidak
lahir saat dalam perjalanan. Mungkin adikku paling kecil ini sudah tidak tahan
ingin melihat dunia itulah mengapa akhirnya mama melahirkan di dalam mobil yang
parkir dihalaman rumah sakit dan tidak sanggup berjalan masuk ke ruang
persalinan. Alhamdulillah diberi kemudahan. keduanya dalam keadaan sehat wal’afiat. Dan
bayi mungil itu dipanggil “Ara”.
#ODOP#Hujan di Februari membara^^# hari ke 6