Dreet..dreet..
handphone bergetar saat menerima pesan Wa.
tanpa sadar aku langsung membacanya.
“Pa kabar ra?
Besok sore ada di rumah ga?”
Ini nomornya
siapa? Siapa yang mengirim pesan? keningku berkerut dan otakku mencari petunjuk
dari brankas ingatanku. Ga nemu! Ah bodo amat nanti kalau butuh ya Wa lagi.
Dreet..
dreet.. bergetar lagi.
“ini Dina,
sorry ini nomor hp kak Ana. Paket gw abis”
Hampir saja hp
di tangan terjatuh, setelah membaca dan tahu dari siapa pesan itu dikirim. “Manusia
buaya,” gumamku.
Dua tahun lalu aku ditinggalkan olehnya begitu saja dengan hutang yang
harus aku tanggung sendiri. Aku memang masih muda tapi beban hidupku tidaklah
ringan. Aku tinggal Bersama bapak yang sakit-sakitan dan adik-adik yang masih
memerlukan biaya untuk hidup dan sekolah. Kuliah? Iya itu sudah masuk kedalam dream list yang ingin aku wujudkan. Makanya
aku berusaha mencari uang sendiri yang perlu ditabung untuk merealisasikan
harapanku karena tidak mungkin mengharapkan bapak untuk membantuku.
Bapak mulai melemah saat ibu meninggal, mungkin karena sekarang “tulang
rusuk”nya sudah tidak lengkap lagi dan aku memahaminya. Setelah lulus SMA yang
aku lakukan adalah menyesal dan meratapi nasib. Tidak memiliki keahlian dan
hanya punya sedikit kemampuan. Tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Mengapa pemerintah
hanya mewajibkan sekolah 12 tahun saja yang gratis? Mengapa sekolahku selama 12
tahun tidak membawaku kekehidupan yang lebih baik? Apa aku yang salah?
“Alhamdulillah,
gw sehat”
“Besok sore
gw ga ada di rmh, kenapa?”
Kalau tidak
aku jawab tentu dia akan terus bertanya dan itu mengganggu. Aku cukup menjawabnya
singkat-singkat saja.
“Gw udah
nyicilin sedikit demi sedikit alat belajar untuk terapi anak berkebutuhan
khusus nih tapi tinggal sedikit lagi kurang lima juta”
“Sekalian gw
mau ngomong tentang bagi hasil biar enak, bulan depan sudah mulai buka klinik
kita”
“Lw kapan ada
di rumah?”
Hah ni orang
enteng banget ya ngomongnya, selama dua tahun dia kemana? Aku ke rumahnya ga
pernah ada, ke kampusnya ga ada, nomor hpnya ga pernah aktif. Jangankan ngomongin
usaha yang ingin kita bangun kasih kabar aja engga!
Pinjaman dana
dari koperasi kenalan ibu harus aku bayar seorang diri. Pinjaman itulah yang
awalnya untuk membeli alat-alat terapi anak berkebutuhan khusus dengan jaminan
tanah 60 meter warisan dari ibu. Aku pikir usaha klinik yang akan dibangun ini
bisa menjadi sumber tabungan. Dina yang kuliah di jurusan Pendidikan Luar Biasa
menggambarkan begitu besar peluang untuk mengembangkan usaha ini dan aku
percaya padanya.
Dinalah yang
bertugas menyediakan alat-alat terapi itu karena memang itu area yang dikuasainya.
selain merancang apa saja alat yang di perlukan dan dia mengetahui siapa yang
dapat memproduksi alat-alat tersebut. Setiap kali aku ingin melihat
perkembangan kesiapan alat-alat tersebut dina selalu bilang bahwa dia sudah
mengecek dan menyebutkan berapa persen kemajuannya. Seperti biasa aku
mempercayainya.
Aku dengan
pikiran polosku tidak punya prasangka buruk terhadap Dina. Dia temanku, aku
tahu dimana rumahnya, bagaimana kehidupannya, kegiatan harian apa yang
dilakukannya. Tidakkah aku cukup mengenalnya?
“Gw sekarang
kerja, sepertinya agak sulit buat ketemuan”
Padahal emang
aku malas untuk temu dengannya, aku selalu jatuh dan mengiyakan mulut
manisnya. Berulang kali berjanji, dan selalu diingkari. Pernah diberikan
harapan bahwa alat-alat terapi hampir selesai dan siap dikirim tapi ternyata semua itu palsu belaka. alat-alat terapi yang kita pesan di kirimkan kepada orang lain. ga masuk di akal dan dikatanya harga alat-alatnya berubah, maka dari itu alat-alat itu diberikan kepada orang yang telah melunasi sesuai dengan harga yang lebih tinggi.
“Kerja dimana
sekarang?” tanyanya
Sebelum chattingan ini berlanjut aku memutuskan
untuk memblokir Wa, nomor telpon dan menghapus percakapan yang ada sebelumnya. Hatiku
sudah tertutup untuk terus berteman apalagi untuk bisa percaya padanya. Mau lima
juta atau lima ratus ribu kekurangannya aku tidak lagi perduli.
Apa yang
sudah berlalu aku sudah pasrah, mungkin bukan rezekiku. Pada akhirnya aku
mengerjakan hal lain yang membuatku dapat membayar hutang dan sekarang hidupku baik-baik
saja meskipun usaha klinik tidak terjadi.
Seperti saat
buaya akan dipindahkan lokasi tinggalnya, yang harus dilakukan adalah menutup mulutnya agar tidak
terbuka dan mencelakakan orang yang memindahkannya. Inilah yang kulakukan
sekarang, menutup mulut Dina agar tidak terbuka dan melukai aku lagi. Bye Dina…