Gelap telah datang bersama pekatnya
malam. Terlihat Tablo sedang berjalan menembus jejeran rumah di daerah
perkampungan menuju arah pertokoan didepan jalan. Tidak lama kemudian tiba-tiba
mulai jatuh air dari langit yang semula hanya rintik kecil menjadi lebih banyak
bulirnya yang tercurah. Tablo berlari kecil mencari tempat untuk berteduh. Dan berhentilah
Tablo di sebuah rumah kosong yang tampak kotor dan gelap, hanya sinar dari
lampu jalan yang meneranginya.
“Waduh basah
nih baju, mana baru ganti, ya iyalah baru ganti gw kan juga baru mandi”
kata Tablo sambil mengibas-ngibas kaos biru favoritnya yang bergambar burung
garuda agar bajunya tidak terlalu basah oleh sapaan air hujan.
Tablo menengok kekanan dan kekiri tampak lenggang,
sepertinya suasana begini membuat orang enggan untuk keluar dan memilih untuk
tetap berada dirumahnya.
“Udah jam
delapan nih, keburu ga ya? gw mau nge-print, mudah-mudahan belom tutup nih warnetnya
Bejo,” sambil melihat jam di handphonenya. Flashdisc yang berbentuk
seperti gelang ditangan kirinya dicopot dan dimasukan kedalam saku celana agar
terlindung dari terkena ciprat air hujan.
Baru sekitar lima menit Tablo berlindung dari
hujan, tiba-tiba Tablo mendengar sayup-sayup suara perempuan yang sedang menangis
datang dan hilang bersama derasnya suara hujan yang turun. Tablo diam tidak
bergerak sedikit pun sambil menajamkan pendengarannya.
“Lha!, kenapa
ada cewek lagi nangis tuh?” berusaha mencari kejelasan atas pendengarannya
itu.
“Cup… cup… jangan
nangis ya!” Tablo berkata pada udara dingin.
“Aduh udah lah
nangisnya, cup... cup... saya ga bawa permen.”
Kata Tablo lagi, bicara semaunya dan sekepikirannya.
Suara tangisan itu belum juga berhenti. Masih
datang dan hilang sesuka hatinya.
“Udah dong
nangisnya, cup… cup... aduuhhh, kok nangis aja ya dia-nya”
kata Tablo yang tampak panik. Gerakan tubuh Tablo juga tidak setenang tadi tapi
sudah seperti orang yang sedang menahan untuk buang air kecil.
Beruntung derasnya hujan sudah mulai berkurang.
Setelah suara perempuan menangis itu menghilang,
suasana diliputi kesunyian dan kesepian. Tablo juga agak tenang dan lebih
banyak diam karena tidak ada juga yang diajak bicara.
Lalu Tablo mendengar langkah kaki yang berjalan
mendekat perlahan-lahan.
“Waduh siapa lagi
tuh?” Tanya Tablo “Maaf
ya yang punya rumah lagi ga ada nih!” “besok aja lagi, kemarinya yaa.” “saya mah cuma sebentaran doang numpang,
lagi ujan soalnya.” Kata Tablo sekenanya. Bukan karena Tablo seorang yang pemberani
hanya saja itu yang bisa dilakukannya pada kondisi saat ini. Tablo berdiri
dengan gelisah dan akhirnya..
“Eh saya duluan
yaa.. takut warnetnya bejo tutup nih.” “Assalamualaikummm!” tanpa
pikir panjang lagi Tablo menerjang hujan yang sudah tidak sederas tadi, berlari
terus hingga ujung jalanan. Dan berhenti didepan warnet Bejo.
***
“Wah bang Tablo
dari mana kok, hujan-hujanan gitu?” Tanya Bejo, setelah
melihat Tablo masuk kedalam warnetnya.
“Dari rumah,
eih bujeng.. Gw abis di godain jo!” jawab Tablo.
“Hahaha.. di
godain sapa bang?, hujan-hujan gini mana ada cewek yang keluar.” Kata
Bejo.
“Laa, emang gw
bilang kalau yang godain gw cewek?” sergah Tablo. “Noo, yang tinggal di bekas rumah pak Presiden!”
“Nah.. ngapain
abang disitu?” Tanya Bejo balik. “Neduh bray.. hujan tiba-tiba
aja turun, baru sampe lapangan di deket situ, Mau lari masih jauh ke warnet." jawab Tablo.
“tolong di print
ya” kata
Tablo sambil menyerahkan flashdisc kepada Bejo. “Yang
mana nih?” Tanya Bejo sambil membuka dokumen datanya Tablo. ”Tulisan yang judulnya KOPI dan AKU,”
jawab Tablo.
“Bejo, gw nginep sini dulu yaa.. besok pagi baru
balik.” males banget mau pulang takut ketemu di dijalan yang sama hehe. Begitulah
kisah nya
Demikian
Hahahahhahahahaha...
BalasHapusItu si kunto lagi nangis mai dibujuk pakai permen sama tablo..nggak mempan. Bujuknya pake ayat kursi harusnya. Hehehhe
Btw, bagus mbak Ratih...cerpennya lucu Dan mengerikan. Eh..
Setelah di baca endingnya berantakan gitu -.- makasih sabrin.. Dah mampir, oo ia kudunya ayat kursi ya? Hehehe
BalasHapus