Selasa, 31 Mei 2016

Cinta Tanpa Syarat

Posted by cuap-cuap ratih on 19.31 with 1 comment
Minggu ini gantian jadwal ujian kenaikan kelas buat anak-anak sekolah menengah pertama terutama kelas tujuh dan delapan. Atmosfir yang dirasakan lebih serius dan lebih berat bebannya. Mungkin karena jenjangnya sudah lebih tinggi ya? Waktu masih sekolah dasar sebagai orang tua masih bisa santai menghadapi ujian-ujian seperti ini. Karena anak juga masih kecil sehingga orang tua juga masih memaklumi jika anak masih pada tahap menyesuaikan diri. Nilaipun bukan menjadi targetan untuk anak raih. Walaupun anak belajar di sekolah yang mengutamakan akademisnya, seperti sekolah negeri.

Terasa berbeda dengan ujian untuk anak sekolah dasar. Pada tingkat ini Orang tua tentu mengharapkan anak lebih fokus dengan apa yang telah dipelajari disekolah karena pada tingkat ini anak semakin dituntut lebih serius. Banyaknya mata pelajaran pada kurikulum yang diajarkan, belum lagi dengan bertambahnya kegiatan diluar sekolah, pergaulan yang lebih luas. Persainganpun semakin sengit karena memiliki targetan untuk mendapatkan sekolah yang bagus pada jenjang berikutnya. Anak dituntut secara akademis dan non akademis bisa berkembang sesuai dengan ketetapan jenjang pendidikannya.

Masa ini merupakan peralihan dari anak-anak menuju remaja, usia 13-15th. Masa dimana anak mulai tumbuh menjadi dewasa secara fisik. Terjadinya perubahan bentuk tubuh yang cukup cepat termasuk perubahan dalam aspek kognitif, emosi dan sosial. Pembentukkan citra diri atau jati diri anak mudah terluka dan rapuh bila orang tua tidak dapat mengarahkan. Ketidakstabilan emosinya, kegelisahan dan kecenderungan melakukan kegiatan berkelompok dapat menimbulkan berbagai permasalahan pada diri remaja.

Tantangan anak jaman sekarang dengan masa orangtua remaja dulu juga berbeda meski tuntutan akademis dan non akademis memang tetaplah abadi. Anak-anak sekarang sepertinya dituntut lebih dewasa sebelum usianya karena berbagai informasi yang bertebaran baik yang positif ataupun yang negatif. Sebenarnya disadari betul bukan saja kemampuan akademik yang harus selalu diutamakan namun juga kemampuan emosi yang baik dalam menyikapi kehidupan dijaman sekarang ini.

Peran orang tua tidak lagi bisa hanya memproteksi anak-anak dengan banyak larangan seperti no gadget, no games, no friends yang justru akan mengkungkung si anak dan menjadi tak berdaya, tapi memberikan landasan agar anak mampu mengatasi masalahnya sesuai dengan prinsip kebaikan yang kita tanamkan.

Kasih sayang yang diberikan bukan semata-mata karena anak mendapatkan nilai Sembilan puluh atau seratus “itu namanya anak ayah!” atau “nah begitu dong. Ini baru anak ibu” jadi kalau tidak dapat nilai Sembilan puluh atau seratus bukan lagi anak ayah dan ibu dong? Nilai dibawah lima siapa takut? karena cinta orang tua tidak sebatas angka. Nilai pelajaran jelek bukan akhir segalanya. jangan lagi membebani anak dengan penilaian akademik yang terbukti memberikan efek stres dan tidak bahagia. Tapi beri penghargaan karena dia mampu dan berdaya mengatasi kesulitan apapun hasilnya. menilai bukan pada hasil tapi pada prosesnya.   

Saat Allah menciptakan dan menitipkannya pada kita, Allah telah memberikan beserta karuniaNya yang tidak perlu diragukan lagi. Bahkan kepada anak yang memiliki banyak kekurangan. Allah telah memberikan rezekinya. Kelebihan dan kekurangannya agar anak seimbang dan lengkap.


Orang tua penuhi saja hatinya dengan keikhlasan dan cinta tanpa syarat, selama anak sudah berniat, berusaha dan berdoa dalam kegiatannya mencari ilmu pengetahuan yang dapat digunakan untuk masa depannya. Tidak ada ilmu yang sia-sia, bahkan kesalahan tetaplah ilmu dan pelajaran agar tidak terulang dan dapat mencari kebenaran. 
Categories:

1 komentar: