Dulu belum ada istilah yang namanya garuk-garuk
tembok karena inilah yang akan aku lakukan bila hal itu terulang kembali saat
ini.
**
"Teman-teman sudah tidak ada yang kelihatan
nih," kataku sambil celingukan kekanan dan kekiri. Menunggu seorang diri
membuatku jadi gelisah. Jam sudah menunjukkan hampir jam 11 siang tapi Tita
teman seperjuanganku belum kelihatan. Sama-sama pejuang penulisan akhir di masa
kuliah.. iya skripsi!
"Nah itu dia," seruku saat melihat
Tita di kejauhan. Kulambaikan tangan agar bisa terlihat lebih jelas
keberadaanku. Tita tergopoh-gopoh mendatangiku.
"Aduh.. maaf ya Ra, angkotku tadi ngetemnya
lama banget, pingin turun ganti angkot tapi ga ada yang lewat,"kata Tita
sambil membetulkan letak tas di bahunya yang mulai melorot.
"Ya udah ga papa, sekarang kita langsung ke
stasiun saja biar tidak tambah siang. Kita kan tidak tahu jadwal mengajarnya
pak Sudiono harus tanya ke gedung kenari dulu," kataku sambil melangkah.
Kebetulan
aku dan Tita tinggal di daerah yang sama, kuliah bahkan kita dikumpulkan di
kelas yang sama. Kami janjian untuk pergi ke kampus tempat Pak Sudiono mengajar
mahasiswa S2 kampus kami. Sudah nasib dapat dosen pembimbing terbang, terbang
kesana dan kemari. Mahasiswanya jadi ikut mondar mandir. Pak Sudiono aslinya
dosen UGM Jogja jurusan Akuntansi yang diminta mengajar di kampusku.
Dosen
pembimbing memang ditentukan oleh jurusan dan kalau mau ganti pembimbing akan
menghadapi urusan administrasi yang rumit ditambah dosen-dosen yang aku
faforitkan tidak membimbing semester ini. Ya sudahlah terima nasib.
Tidak
kenal sebelumnya dengan dosen pembimbingku ini walaupun dikampus aku sudah
kuliah selama 3,5 tahun. Tapi setelah menerima surat bimbingan baru aku banyak
mendengar mengenai Pak Sudiono dari senior-senior yang pernah dibimbingnya.
Susah!
Itu yang mereka katakan. Bahkan ada yang menyerah ditengah jalan dan mengganti
dengan kompre sebagai syarat kelulusan akhir. Waduh.. makin ciut nyaliku
padahal belum bertemu.
Tidak
ada kata mundur mau tidak mau harus dikerjakan, lah bisa tidak selesai
skripsiku kalau belum apa-apa sudah takut duluan.
Pertemuan
pertama, pengajuan judul. Giliranku! Aku masuk kedalam perpustakaan yang sepi.
Sepertinya ini tempat kesukaan Pak Sudiono dibanding ruangannya sendiri. Segera
aku memberi salam, Pak Sudiono hanya menganguk dan aku langsung duduk
dihadapnnya.
"Ini kira-kira judul yang ingin saya tulis
pak," Sambil menyerahkan lembaran judul. Tanpa diminta aku sedikit
menjelaskan apa yang ingin dibahas dan tujuan akhir dari penulisan ini.
Kesan
pertama, sebenarnya Pak Sudiono sudah membuatku tersenyum. Pak Sudiono memiliki
perawakan yang tidak terlalu tinggi namun juga tidak pendek. Badannya gemuk
terutama di perutnya yang membusung membuat posisi saat duduk lebih sering
bersandar di kursi dan itu membuatnya agak kesulitan bila ingin mengkoreksi
lembar-lembar ketikan skripsi mahasiswa yang terletak pada meja didepannya. Pak
Sudiono menyiasati dengan memiringkan kekiri kursi duduknya, sehingga tangan
kanan dapat menopang di meja dan kertas-kertas itu siap untuk diberi
coret-coret. Beruntung kursi dilengkapi roda hingga mudah untuk Pak Sudiono
memajukan dan memundurkannya.
Kesan
kedua, Grogi abis! Aku sampai bisa mendengar detak jantungku sendiri tanpa
stetoskop. Apa Pak Sudiono juga mendengarnya? Entahlah..
Kalimat
pertama yang aku dengar. "Memang belum ada yang pakai judul itu, cukup
menarik. Lalu kamu akan ambil datanya dari mana?"Pak Sudiono berbicara
sangat lambat menurut takaran telingaku. Terkadang aku juga harus mencodongkan
badanku sedikit kedepan untuk mendengarkan dengan lebih teliti apa yang
disampaikan olehnya. Sayup-sayup suaranya. Aku menduga usianya masih sekitar
50-60 tahunan.
Alhamdulillah
judul penulisan lolos dengan satu kali pengajuan. Aku berharap ini awal yang
baik. Didadaku bergejolak dengan semangat empat lima untuk menulis skripsi.
Targetku tiga bulan menyelesaikannya. Karena aku juga harus melakukan pekerjaan
sampinganku sebagai pengajar di lembaga kursus, aku rasa cukuplah waktu yang
telah direncanakan. Tetapi rencana tinggal rencana.
"Bu, Pak Sudiononya ada?"Tanyaku
kepada bagian admin diruang dosen.
"Pak Sudiononya ke medan untuk dua minggu
ke depan"jawab bu admin yang hanya sekilas memandangku dan terus
melanjutkan pekerjaannya.
Mendapatkan
jawaban seperti itu aku cuma bisa bengong sambil berjalan ke pintu. Serasa
jiwaku lepas dari raga. Aku merasa Pak Sudiono sudah janji mau bertemu hari
ini!. Tapi tidak lama kesadaranku kembali. Tetiba seperti ada yang mengingatkanku
untuk mempertanyakan jadwal mengajar Pak Sudiono berikutnya. Langsung balik
badan dan bertanya lagi kepada bu admin,"Pak Sudiono, adanya kapan lagi
bu?" Kembali bu admin melihat kearahku, "ya setelah itu, nanti balik
lagi aja. Jadwal mengajarnya belum fix."
Hari
ini sedikit banyak aku belajar rasa ketidakpastian dan ketidakberdayaan mungkin
juga perasaan dibohongi. Namun ini juga mengajarkan aku untuk tidak mudah menyerah
dengan keadaan. Pengerjaan skripsi tetap aku lanjutkan walaupun bab sebelumnya
belum ada persetujuan dari pembimbing, hitung-hitung sambil menunggu pertemuan
dengan Pak Sudiono selanjutnya paling tidak aku sudah menyiapkan bahan-bahannya
sehingga bila ada waktu bertemu aku akan mengajukannya secara terus menerus.
"Rencana yang bagus bukan?" Pikiranku.
Akhirnya
pertemuan demi pertemuan dapat berjalan dengan baik. Ternyata memang tidak
semudah yang aku bayangkan, tidak lantas bertemu dan langsung disetujui apa
yang sudah aku persiapkan. Hingga hari-hari menjelang deadline pendaftaran sidang,
panik aja bawaannya. Hari ini ada
lagi pertemuan dengan Pak Sudiono, aku pun sudah bersiap ke kampus dari siang
berharap Pak Sudiono akan datang lebih awal dari jadwal mengajarnya di malam
hari. Tidak seperti biasa, mahasiswa yang dibimbing Pak Sudiono lebih banyak
hadir hari ini. diantaranya ada beberapa senior juga yang aku kenal dan
akhirnya bisa diduga giliranku menjadi paling akhir.
Tiba
saatnya aku menghadap Pak Sudiono namun waktu telah menunjukkan pukul 6 sore
dan dari kejauhan terdengar suara adzan berkumandang.
“Saya harus menyudahi dulu bimbingan ini, jam
tujuh saya ada kelas dan harus mengajar,” begitu kata Pak Sudiono. “Besok kamu
datang aja lagi ya, saya janji akan memproritaskan kamu.” Badanku terasa lemas,
kaki seakan diikat dilantai. Aku hanya bisa mengangguk dan membiarkan Pak
Sudiono keluar ruangan.
Tak
terasa setitik air mata mengalir dipipiku. Aku tidak akan seambisi ini bila
tidak ingat jadwal akhir pendaftaran sidang yang hanya tinggal beberapa hari
lagi. Sudah terbayang harus membayar uang kuliah semester Sembilan bila aku
tidak dapat sidang kali ini. dan aku tidak ingin itu terjadi. Sekali lagi
pelajaran berharga aku terima. Sesungguhnya aku telah berusaha tapi keadaan
berkata berbeda dan aku harus bersabar dalam menjalaninya.
Terima
kasih Pak Sudiono, bukan hanya materi pelajaran akuntansi yang bertambah tetapi
juga pelajaran kehidupan, merupakan pengalaman yang tidak terlupakan. Menjadikan
diriku lebih dewasa dan bijaksana. Pada Akhirnya aku bisa sidang tepat waktu. Semua
berjalan lancar dan lulus dengan nilai yang baik.
Masa lalu adalah bagian dalam hidup. Kita harus bisa menerimanya
walaupun tidak bisa merubahnya. Memperbaiki diri adalah upaya memperbaiki masa
depan dan bersyukurlah yang dilakukan saat ini.
Nama Pena Ratihhoney karena saya ingin tulisan saya membawa banyak
manfaat seperti "madu".
0 komentar:
Posting Komentar