Seperti yang sudah diperkirakan sebelumnya kegiatan membaca merupakan
salah satu kendala. Bukan karena tidak bisa membaca, bukan karena harga
bukunya, Bukan karena bukunya tidak menarik dan penuh manfaat, tetapi rasa
malas dan mungkin karena faktor tidak biasa.
Buku adalah Jendela Dunia. Pengakuan Agus R. Sarjono sebagai penulis
terkemuka di Indonesia saat kejenuhannya sebagai penjaga toko memperkenalkannya
pada keisengan membaca buku membawanya berlibur ke negara-negara lain seperti
afrika, ia menelusuri belantara dan hidup di desa-desa pedalaman afrika lewat
novel Himunyanga-Phiri berjudul warisan, mengelilingi mesir menikmati karakter
orang-orang mesir dan peradabannya dalam tulisan Naquib Mahfouz pada novel
Lorong Midaq, Balkan, Yunani dan Tiongkok di tiga negara itu ia mampir sebentar
dengan pengembaraannya lewat cerpen yang ditulis Marquerite Yourcenar,
berhari-hari di Rusia lewat novel Perang dan Damai belajar arti Nasionalisme
sebuah negara (Buku Aku bisa menulis fiksi oleh Joni Ariadinata).
Wacana Full day school menjadi pembicaraan yang pro dan kontra. Entah
dengan dasar apa bapak mentri melontarkan program ini. Full day school sudah
banyak di pakai oleh sekolah swasta diperkotaan. Alasan orang tua memasukkan
anaknya di sekolah itu juga beragam diantaranya, selain sekolah mengajarkan
akademik juga mengajarkan agama dengan porsi yang lebih banyak sehingga orang
tua merasa lengkap untuk pendidikan anak mereka, ada juga yang beralasan sekalian
“menitipkan anak” sehingga orang tua bisa tenang untuk pergi bekerja. Namun
apakah program tersebut dapat di terapkan untuk semua sekolah terutama sekolah
negri masih menjadi perdebatan.
Mengapa tidak kita mulai saja dengan program mudah dan ringan seperti
membudayakan membaca. Negara-negara yang maju merupakan negara yang tingkat
membacanya tinggi. Bisa dipahami dengan banyak membaca tentu akan menambah
pengetahuan dan ilmu. Ada semacam kolerasi disana.
Dengan Negara kepulauan seperti Indonesia jangankan untuk full day
school, pendidikan dasarpun belum tentu merata. Memperbanyak Infrastruktur
sekolah dan memfasilitasi pembelajaran. Meningkatkan kualitas dan kuantitas SDM
tenaga pengajar mungkin sangat diperlukan. Meskipun belajar tidak harus di
sekolah. Mendapatkan kesempatan pendidikan harus menjadi hak setiap
warga negara. Tak perlu rasanya
perubahan yang kontroversial tetapi tidak menyentuh perbaikan pada pendidikan
di Indonesia. Lebih baik meningkatkan qualitas yang ada tapi berdampak besar atas
manfaat yang di dapat Masyarakat.
Dengan membaca tidak hanya bertambah pengetahuan dan pengalaman namun
dapat membuka wawasan dan pemikiran. Mungkin dari sana akan tumbuh generasi
yang lebih baik. Dapat mengembangkan Indonesia sesuai dengan karakteristik Indonesia.
Banyak Program yang bisa dilakukan. Membaca dimulai dari yang mudah dan
menyenangkan, membaca komik, buku cerita, cerpen, novel. Disana juga banyak
ilmu yang dapat diambil minimal ada hikmahnya. Atau ada yang membaca buku
memasak, traveling, kerajinan tangan, peternakan, pertanian sebut saja semua
ada. Inshaallah.
Mudahkan? Perbanyak buku dan sebarkan ke seluruh Indonesia, agar generasi
kita menyukai dan mulai membaca buku. Mulai
dari diri sendiri, sudah membaca bukukah hari ini?
0 komentar:
Posting Komentar