Selasa, 08 Maret 2016

RUMAH TANPA ATAP

Posted by cuap-cuap ratih on 07.39 with 1 comment
Saat ini aku tinggal di rumah orang tua. Pindah ke rumah ini waktu aku masih kecil. Yang di bangun setahun sebelum kita sekeluarga pindah pada tahun 1983. Rumah ini sudah cukup berumur, sekitar tiga puluh empat tahun usianya sekarang.

Berawal dari ingin mengganti kusen pintu yang sudah patah bagian bawahnya karena lapuk dimakan rayap, merubah letak tangga tapi akhirnya harus membongkar seluruh atap rumah yang sebagian besar terbuat dari kayu. Seperti diberitahu untuk mengganti atap rumah ini, plafon di beberapa ruang turun sehingga menarik perhatian kami, karena posisinya yang tidak pada tempatnya kemudian kami coba memeriksa mengapa demikian dan akhirnya kami mengetahui ternyata hal tersebut terjadi karena kuda-kuda yang di gunakan untuk menyangga genting sudah patah dan mendorong plafon dibawahnya. Pengecekan pun berlanjut dan patahan kayu kuda-kuda tidak hanya disatu titik saja tetapi ada beberapa kayu juga yang patah dan lapuk karena kayu tinggal kulitnya saja.

Dan akhirnya mau tidak mau, siap tidak siap harus mengganti atap rumah keseluruhan. Walau dihadapkan dengan cuaca yang masih sering turun hujan dan tentunya dana yang pas-pasan, penggantian atap tetap harus dilakukan. Tiga hari untuk menurunkan genting dan alhamdulillah tidak turun hujan malah cenderung panas. Dua hari ini pasang atap baja ringan dan tiga hari kemudian pasang genting lagi. Belum selesai sampai disitu, karena plafon banyak yang rusak dan lapuk akhirnya harus menggantinya juga. Butuh waktu lagi.

Bagaimana rasanya tinggal di rumah tanpa atap? Yang dirasakan adalah penuh dengan kekhawatiran, khawatir kehujanan, kepanasan tentunya, belum lagi angin dan debu.  Membuat rumah yang nyaman itu membutuhkan perjuangan dan pengorbanan.  Itu yang secara fisiknya. Hal yang tidak berbeda jauh saat membangun rumah tangga. Harus dengan kesadaran bahwa hal itu tidaklah mudah. Hal yang terkadang membuat sesak di dalam rumah tangga biasanya kurang rasa penerimaan. Kurang terima kekurangan atau kelebihan suami, anak-anak, keluarga besar dan seterusnya. Dengan penerimaan kondisi yang ada secara tidak langsung, ternyata kita sudah mensyukuri apa yang memang telah diberikan kepada kita. Baik buruk memang hal yang harus dilalui agar kita mengambil pelajaran. Dengan yang buruk kita dapat merasakan yang baik. Dengan kekurangan kita dapat mengetahui kelebihan. Sehingga rumah tangga yang nyaman dapat kita ciptakan karena kita tahu kondisi yang tidak nyaman.

#Udah Gitu aja#semoga hari ini lancar dan segera punya atap lagi


Sumber gambar : Milik Pribadi

Related Posts:

  • Selamat menulis hari ke 85 buat saya Ini adalah bulan keempat, saya benar-benar menulis. Maksudnya aktif menulis lalu membaginya di blog atau di media sosial lain. Mengembangkan dari sebuah ide, tidak hanya curhatan semata. Masih sering curhatnya sih tapi manus… Read More
  • Obrolan di Tukang Sayur Abang-abang favorit selain abang sayang ada juga abang sayur. Sudah menjadi rutinitas setelah mengantar anak-anak pergi sekolah mampirlah ke abang sayur dengan gerobaknya yang ngetem, sengaja menunggu ibu yang mau belanja. … Read More
  • Belajar Jualan Ujug-ujug saya terdampar di sini, padahal awalnya saya masuk ke komunitas menulis. Di sini maksudnya adalah komunitas belajar yang bertujuan agar kita bisa berjualan atau menjual sesuatu baik itu barang atau jasa. Nyasar yan… Read More
  • Keteladanan Orang Tua Dalam mendidik anak membutuhkan proses. Anak bukanlah duplikasi orang tuanya. Tidak selalu apa yang diinginkan orang tua anak harus menurut. Orang tua mungkin merasa jalan yang dipilihkan untuk anak merupakan jalan yang terb… Read More
  • Flashfiction bukan sih? Kalau seperti cerita di bawah termasuk flashfiction bukan sih? Lagi Di Jalan          Jam menunjukkan jam 4 sore, menunggu teman-teman belum ada yang datang. Masa menunggu sendirian begini piki… Read More

1 komentar: